Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memperkenalkan konsep baru dalam sistem pendidikan. Program ini menyasar anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Mulai tahun ajaran 2025/2026, pendekatan ini akan diterapkan secara bertahap. Program tersebut dikenal melalui sekolah yang mengadopsi sistem multi entry multi exit. Dengan sistem ini, siswa tidak harus memulai pendidikan pada awal tahun ajaran. Mereka dapat masuk kapan saja dan belajar sesuai kesiapan masing-masing.
Fokus pada Pendekatan Individual

Menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, setiap anak akan belajar sesuai kondisi dan potensinya. Hal ini penting karena banyak anak yang sebelumnya kehilangan akses pendidikan. “Multi entry multi exit tidak berarti siswa bisa keluar tanpa arah. Mereka tetap harus menyelesaikan capaian belajar yang ditetapkan,” tegas Abdul Mu’ti. Program ini juga memberikan perhatian khusus pada pembentukan karakter. Oleh karena itu, siswa akan tinggal di asrama selama proses belajar.
Menjangkau yang Terlupakan

Pemerintah menyusun sistem rekrutmen dengan menggabungkan data dari Dapodik dan Data Terpadu Sistem Elektronik Nasional (DTSEN). Anak-anak yang berada di kelompok desil 1 dan 2, serta tidak tercatat dalam Dapodik, akan menjadi prioritas. Artinya, program ini benar-benar ditujukan bagi mereka yang telah putus sekolah. Hal ini bertujuan agar program tidak mengambil peserta didik dari sekolah formal yang sudah berjalan. Fokus utamanya adalah pada anak-anak yang benar-benar kehilangan kesempatan belajar.
Bagian dari Upaya Nasional

Program ini merupakan amanat dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025. Tujuannya adalah untuk mempercepat pengentasan kemiskinan ekstrem. Karena itu, pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Kementerian Sosial bersama Kemendikdasmen serta beberapa kementerian lain. Saat ini, kurikulum dan sistem rekrutmen guru masih dalam tahap pematangan. Namun, semangatnya sudah nyata: menghadirkan pendidikan yang lebih manusiawi, setara, dan terbuka bagi semua.
Dengan pendekatan baru ini, pendidikan menjadi lebih inklusif. Setiap anak diberi kesempatan untuk tumbuh tanpa harus diseragamkan. Pendidikan tidak lagi hadir sebagai beban, tetapi sebagai cahaya yang menyala perlahan—menuntun anak-anak menuju masa depan yang lebih baik.