Maulana Ihsanul Huda, Presiden BEM Unsoed 2024 (Foto: dokumentasi pribadi)
Purwokerto, 2 September 2025 – “Bukan sekadar mencari keuntungan pribadi, tetapi bagaimana organisasi mampu memberikan manfaat nyata bagi mahasiswa yang dinaungi maupun masyarakat luas,” ujar Maulana Ihsanul Huda, mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) angkatan 2020 asal Jakarta, yang pernah menjabat sebagai Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed 2024.
Sejak awal kuliah, Ihsan telah menanamkan tekad untuk menjadi Presiden BEM, sebuah organisasi yang menurutnya mampu menghimpun mahasiswa dan memberi dampak luas, baik di tingkat kampus, regional, maupun nasional. Tekad itu sebenarnya sudah tumbuh sejak 2019, bahkan sebelum ia resmi menjadi mahasiswa Unsoed. Baginya, BEM bukan sekadar organisasi, melainkan wadah perjuangan yang memungkinkan mahasiswa memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat luas. “Aku memang sudah punya cita-cita jadi Presiden BEM sejak masih maba, bahkan dari 2019. Bagi aku, kebaikan yang aku buat harus bisa berdampak untuk orang banyak, dan BEM Unsoed adalah wadah terbaik untuk mewujudkan itu,” ungkap Ihsan.
Tekad itu tidak tumbuh begitu saja. Dalam perjalanannya, Ihsan banyak belajar dari tokoh-tokoh organisasi kampus, baik dari tingkatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Himpunan Mahasiswa, maupun BEM, bahkan tidak hanya di Unsoed, tetapi juga dari kampus lain. Namun, ada satu sosok yang menurutnya paling berpengaruh dalam perjalanan organisasinya, yaitu Pipit Dwi Rahmawati, yang pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) Himpunan Mahasiswa Bidikmisi (Himabisi) KIPK Unsoed pada tahun 2021. Saat itu, Ihsan masih menjadi staf di departemen yang sama. “Selama keberjalanan di kampus khususnya mengenai organisasi, aku sering meminta saran beliau dan bahkan mempelajari bagaimana cara beliau memimpin. Mungkin nggak banyak orang mengenal beliau, tapi beliau betul-betul punya andil banyak buatku di organisasi kampus,” ujarnya.
Dukungan dan teladan dari sang mentor menjadi bekal berharga bagi Ihsan ketika menghadapi dinamika kepemimpinan. Bagi Ihsan, setiap periode kepemimpinan pasti menghadirkan banyak momen yang berkesan. Dari sekian banyak pengalaman selama memimpin, ada satu momen yang tak terlupakan baginya, yaitu perjuangan mahasiswa saat menolak Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa baru 2024. Saat pengumuman pembatalan kenaikan itu disampaikan oleh Menteri Pendidikan, ia dan teman-teman BEM tak kuasa menahan haru. “Ketika aku dan teman-teman BEM Unsoed berkumpul di sekretariat, kami menangis terharu setelah mendengar pengumuman dari Menteri Pendidikan saat itu, Nadiem Makarim, bahwa UKT mahasiswa baru 2024 tidak jadi dinaikkan, dan itu bukan hanya berlaku di Unsoed, tetapi juga se-Indonesia. Jujur, itu menjadi momen yang akan selalu saya ingat setiap detiknya. Setelah sekian bulan berjuang dengan rasa capek, muak, menghabiskan waktu dan tenaga, bahkan sampai harus mengorbankan sesuatu. Akhirnya semua terbayar dengan hasil yang kami harapkan,” ungkap Ihsan.
Momen itu semakin menguatkan keyakinan Ihsan bahwa organisasi mahasiswa memiliki peran nyata dalam kehidupan kampus. Menurutnya, setiap bidang dalam organisasi memberi kontribusi penting bagi mahasiswa. Ia mencontohkan salah satunya yaitu pada bidang Kesekretariatan, meskipun perannya jarang terlihat secara langsung, justru bidang tersebut sangat penting dalam mendukung keberlangsungan bidang yang lain. Namun jika harus memilih, Ihsan lebih menaruh perhatian pada bidang PSDM atau Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO). Bidang ini berorientasi pada pengembangan kapasitas mahasiswa, sehingga mampu melahirkan generasi penerus yang lebih berkualitas bagi organisasi. Ihsan percaya bahwa organisasi yang baik adalah organisasi yang mampu melahirkan generasi-generasi penerusnya yang baik pula. Jadi, bukan hanya tentang masa jabatannya saja, melainkan juga bagaimana ke depannya akan ada penerus yang dapat melanjutkan perjuangan di tahun-tahun berikutnya.
Dari pengalamannya memimpin BEM, Ihsan menyadari bahwa organisasi tidak hanya sekadar struktur kerja, tetapi juga menjadi sarana penting dalam pembentukan karakter mahasiswa. Di sinilah ia menekankan pentingnya mahasiswa untuk aktif berorganisasi. Bagi Ihsan, organisasi mengajarkan nilai-nilai yang tidak dapat diperoleh di tempat lain, terutama empati. “Pertanyaan tentang pentingnya aktif berorganisasi dapat aku jawab: sangat penting. Meskipun saat ini mahasiswa memiliki banyak kegiatan lain yang manfaatnya lebih langsung terlihat, seperti magang yang dapat meningkatkan hard skill maupun memberikan pengalaman finansial, ada satu hal yang menurut pengalamanku hanya dapat diperoleh melalui organisasi, yaitu empati,” ujarnya. Ia menilai bahwa organisasi melatih mahasiswa untuk bekerja bukan demi keuntungan pribadi semata, melainkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain dan masyarakat luas.
Namun, perjalanan memimpin BEM tentu bukan tanpa hambatan. Ihsan mengakui bahwa ada tantangan besar yang harus ia hadapi selama masa jabatannya. Tantangan terberat muncul ketika ia harus berhadapan dengan gonjang-ganjing dari banyak pihak, baik birokrasi kampus maupun pemerintah, terutama ketika menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak rakyat. Ia menyadari bahwa menolak kebijakan penguasa bukanlah hal mudah, sebab pihak yang membuat kebijakan tentu tidak senang apabila kepentingannya diganggu. “Jujur, itu jadi tantangan terbesar dan memang sudah aku sadari sedari awal ketika aku mau mencalonkan diri jadi Presiden BEM Unsoed. Ditambah, 2024 adalah tahun politik, jadi guncangannya akan sangat besar,” ungkap Ihsan.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Ihsan berusaha memastikan bahwa setiap hal yang dilakukan terorganisir dengan baik, serta memahami risiko dari setiap keputusan yang diambil bersama teman-teman pengurus BEM. Ia juga berupaya meminimalkan dampak yang akan dirasakan oleh pengurus BEM, dengan memilih untuk menanggung sebagian dampaknya sendiri. Meski jujur mengakui bahwa hal itu berat, Ihsan menyadari bahwa tanggung jawab semacam ini memang harus ia lakukan sebagai pimpinan dalam organisasi. “Aku sebesar mungkin berusaha buat meminimalkan dampak yg akan dirasakan oleh pengurus BEM Unsoed 2024, jadi biar dampaknya itu ke aku aja. Jujur berat, tapi yaa itu yg harus dilakuin,” ujarnya.
Setelah menuntaskan masa jabatannya, Ihsan menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam kepemimpinannya. Ia juga merasa ada banyak kesempatan untuk melakukan kebaikan yang terlewat begitu saja selama masa jabatannya. Hal itu menjadi pelajaran penting baginya ke depan. “Refleksi terbesar saya setelah menjabat adalah menyadari masih banyak kekurangan dalam memimpin, serta ada banyak kesempatan kebaikan yang masih bisa dilakukan ketika menjabat, tetapi terlewat begitu saja,” ungkap Ihsan.
Meski demikian, ia menitipkan harapan besar untuk gerakan mahasiswa Unsoed di masa mendatang. Ihsan berharap mahasiswa mampu lebih peka terhadap isu-isu yang terjadi, serta berani menolak kebijakan yang tidak berpihak pada mahasiswa maupun rakyat. Menurutnya, meskipun Unsoed berada di kota kecil, universitas ini memiliki potensi besar untuk memberi dampak di tingkat regional maupun nasional, jika mahasiswa mau memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Editor: Faisa Nakhwah