
Kedungreja — Setiap pagi, kawasan pasar mingguan Desa Kedungreja selalu ramai dipenuhi pedagang dan pembeli. Dari deretan kios sayur, toko sembako, hingga lapak lain yang berjajar, ada satu sudut yang selalu dipadati pengunjung, yakni pintu barat pasar. Di sudut itulah berdiri gerobak sederhana milik Pak Andi, penjual kue pukis legendaris.
Gerobak kayu dengan payung warna-warni dan spanduk yang mulai pudar itu menjadi pusat perhatian. Suara desisan adonan ketika pertama kali dituangkan ke dalam cetakan besi panas, berpadu dengan aroma harum yang langsung menyeruak ke udara. Bau khas inilah yang seakan menjadi penanda bahwa pukis baru saja matang dan siap disajikan.
“Kalau baunya sudah harum begini, tandanya pukis siap dikemas hangat-hangat,” ujar salah seorang pelanggan sambil tersenyum.
Kue pukis dikenal sebagai jajanan tradisional yang masih bertahan berkat cita rasanya yang legit dan otentik. Harumnya selalu menggoda siapa pun yang melintas, membuat banyak orang mampir membeli. Pukis buatan Andi terkenal lembut, manisnya pas, dan wangi khas adonan pandan. Taburan meses di atasnya semakin menambah kelezatan. Harganya pun ramah di kantong, hanya 7 ribu rupiah per kemasan berisi 10 potong, sehingga bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Andi telah berjualan pukis di pintu barat pasar mingguan Kedungreja selama bertahun-tahun. “Saya sudah berjualan pukis sekitar 10 tahun. Di pasar mingguan ini sejak 2018, sebelumnya saya bekerja di Solo, jualan pukis juga,” tuturnya.
Antrean pembeli tak pernah sepi, terutama di pagi hari ketika orang orang mecari sarapan yang cocok untuk dihidangkan bersama minuman teh atau kopi hangat. Banyak warga yang sengaja datang ke pasar mingguan bukan untuk berbelanja kebutuhan pokok, tetapi demi membawa pulang beberapa bungkus pukis hangat yang harum wangi.
Menurut Andi, bahan pembuatan pukis tergolong mudah ditemukan. “Bahan semuanya wajib, tidak ada yang boleh dikurangi,” katanya. Adonan pukis terdiri atas telur, tepung terigu, santan, gula, margarin, garam, dan ragi instan. Kombinasi bahan tersebut menghasilkan pukis yang empuk, legit, dan harum.
Kehadiran pukis di tengah masyarakat menjadi bukti bahwa jajanan tradisional masih memiliki tempat istimewa di hati penikmatnya. Meski tren kuliner modern terus bermunculan, pukis tetap bertahan dengan pesona sederhananya: aroma wangi, rasa lembut, serta nuansa pedesaan yang terasa dalam setiap gigitannya.
Editor: Nada Naila S.