Seporsi gecot (Dokumentasi Pribadi)
Purbalingga – Kuliner tradisional selalu memiliki daya tarik tersendiri, salah satunya gecot, makanan khas Banyumas dan Purbalingga. Hidangan ini berupa campuran lontong atau ketupat, tahu goreng, kubis segar, serta bumbu kacang kental dengan cita rasa manis, gurih, dan pedas. Nama “gecot” sendiri berasal dari bahasa Jawa logat Banyumas, yang memiliki arti “geal geol nang cocot” (bergoyang di mulut) atau “gagean wis kencot” (buru-buru makan karena lapar).
Salah satu penjual gecot yang melegenda di Desa Kedungjati adalah Siti. Hampir 40 tahun ia berjualan di desa tersebut. Racikan khasnya dikenal memiliki cita rasa yang selalu membuat pelanggan kembali.
“Gecot Bu Siti rasanya enak, bumbunya pas, ada manisnya, pedasnya berasa, kacangnya banyak jadi buket, enak dan nikmat,” ungkap salah satu pelanggan.
Proses pembuatannya cukup sederhana. Tahu goreng dipotong-potong, kemudian dicampur dengan irisan kubis segar dan potongan lontong atau ketupat. Setelah itu, disiram dengan bumbu kacang yang diulek kasar, lalu diberi taburan kerupuk di atasnya.
Selain menyajikan gecot, Siti juga menjual rujak yang tak kalah diminati. Harga seporsi gecot cukup terjangkau, yakni Rp10.000 per bungkus, lengkap dengan taburan kerupuk yang menambah sensasi renyah saat disantap. Dari hasil penjualannya tersebut, Siti mendapatkan keuntungan yang relatif stabil setiap harinya. “Alhamdulillah, setiap hari pendapatan saya minimal dua ratus ribu. Kalau ramai bisa lebih,” ungkapnya.
Lapak Gecot Siti berada tepat di depan rumahnya, RT 02/RW 08, Desa Kedungjati, Bukateja, Purbalingga. Meski tampak sederhana, lokasi itu selalu ramai didatangi pembeli yang ingin menikmati gecot racikannya.
Berbekal cita rasa yang khas dan harga ramah di kantong, Gecot Siti terus menjadi kuliner favorit masyarakat sekitar, tidak hanya sebagai hidangan pengganjal lapar, tetapi juga bagian dari tradisi yang diwariskan hingga kini.
Editor: Tsabita Naila Shahwa
