Bakso Jenggot sejak 1967 : Rasa Autentik yang Konsisten Membuat Konsumen Tidak Pernah Absen

­Bumiayu­­­­­­­—Bakso Jenggot merupakan kuliner legendaris yang sudah dijalankan selama tiga generasi sejak tahun 1967 sampai sekarang. Bakso Jenggot  yang dirintis oleh Mbah Cipto kini dikelola oleh Sofi, cucunya. Dinamakan Bakso Jenggot karena penjualnya memiliki jenggot sehingga pelanggan memberi julukan Bakso Jenggot yang menjadi nama resmi usahanya.

Bakso Jenggot memiliki rasa yang autentik karena proses pembuatannya yang masih dilakukan secara konvensional. Pembuatannya masih menggunakan tangan dan dibentuk secara manual.

Sofi mempertahankan tekstur bakso yang menjadi fokus utama konsumen, yaitu tekstur kekenyalan bakso. Walaupun bertekstur kenyal, masih ada tekstur crunchy yang menambah variasi dalam setiap gigitannya.

Meskipun bertekstur kenyal, rasa daging sapi dalam baksonya sangat terasa karena tidak menggunakan campuran jenis daging lainnya. “Bakso jenggot itu menggunakan seratus persen daging sapi asli. Jadi, tidak ada campuran ayam. Selain itu, kami juga menambahkan 250 gram tepung setiap 1 kg daging sapi” ujar Sofi.

Ciri khas dari Bakso Jenggot yaitu kuahnya yang bening, ringan, dan menyegarkan. “Kuah Bakso Jenggot itu lebih segar daripada kuah bakso pada umumnya. Para pelanggan lebih suka rasa kuah yang seperti itu”, ungkap Sofi. Kaldu pada kuahnya juga terasa karena ditambahkan tulang sapi dalam proses perebusan kuah bakso. Kuahnya juga dimasak cukup lama, dari jam 5 pagi hingga 9 pagi. Hal ini yang menjadikannya terasa enak dan menyegarkan.

Bakso Jenggot memiliki beberapa menu, yaitu bakso kecil, bakso urat, dan bakso telur. “Menu best seller disini adalah bakso urat karena baksonya yang lebih besar dan ada tambahan tetelannnya”, kata Sofi. Harganya mulai dari Rp 16 ribu hingga Rp 22 ribu. Harganya terjangkau sehingga dapat dinikmati oleh semua kalangan konsumen.

Konsistensi rasa yang disuguhkan membuat konsumen ingin selalu membeli Bakso Jenggot. Ciri khas kuah yang segar dan tekstur bakso yang kenyal menjadi andalan masyarakat Bumiayu sejak 1968 hingga kini.

Editor : Mahza Nurul Azizah

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *