Kebumen – Bagi masyarakat Kebumen, nasi penggel bukan sekadar sarapan pagi, tetapi juga bagian dari identitas kuliner yang kaya sejarah. Di balik kelezatannya, ada kisah perjuangan dan ketekunan keluarga yang telah menjajakan kuliner khas ini hingga tiga generasi.
Pasangan suami istri, Siti Khosiatun dan Muthamin, menjadi penerus usaha nasi penggel yang kini berlokasi di kawasan Gunung Sari. Sudah 12 tahun mereka berjualan, setelah Muthamin memutuskan berhenti dari pekerjaannya di pabrik genteng untuk melanjutkan usaha orang tuanya yang telah wafat. “Saya meneruskan usaha orang tua, karena ini sudah turun-temurun sejak generasi pertama yang dulu berjualan di pasar,” ujar Muthamin.


Nasi Penggel khas Kebumen. Foto: SBudiMasdar/Wikimedia Commons (CC BY-SA 4.0), 17 April 2022
Ciri khas nasi penggel terletak pada nasi yang dibentuk bulat-bulat kecil. Nama “penggel” sendiri berasal dari kata “penggel” yang berarti bulat. Hidangan ini biasanya disajikan dengan sayur lengkong, kikil, babat, koyor, limpa, paru, dan iso. Dulu, menu seperti daun melinjo, kulit melinjo, pete, hingga jengkol sempat menjadi pendamping, namun kini diganti dengan sayur daun singkong karena alasan kesehatan. “Banyak pembeli keturunan Tionghoa yang menyukainya, tapi mereka sering terkena asam urat, jadi sekarang kami ganti dengan daun singkong,” tutur Siti Khosiatun.
Dalam sehari, keluarga ini bisa menghabiskan 5–6 kilogram beras, bahkan lebih saat akhir pekan. Proses memasak pun cukup panjang: mulai dari menyiapkan bumbu kacang, kemiri, bawang merah, bawang putih sejak malam, hingga merebus kikil dan babat yang membutuhkan waktu lama. Dagangan biasanya sudah habis sekitar pukul 09.20 WIB. Jika masih tersisa, Siti memilih membagikan kepada pedagang pasar sekitar.
Harga seporsi nasi penggel relatif terjangkau, sekitar Rp8.000, membuatnya tetap digemari lintas generasi. Meski begitu, Siti mengaku masih belum tahu siapa yang kelak akan meneruskan usaha ini. “Harapannya, nasi penggel ini tetap langgeng dan ada yang mau melanjutkan ke generasi berikutnya. Untuk sekarang, anak-anak saya belum ada yang tertarik ke arah sana,” ungkapnya.
Sejarah mencatat, nasi penggel lahir dari wilayah Lengkong, Desa Kebulusan, Kecamatan Pejagoan, yang dulu sering menjadi bekal para pejuang. Kini, kuliner ini bukan hanya makanan, tetapi juga simbol kebersamaan dan semangat masyarakat Kebumen yang terus bertahan hingga kini.
Editor: Yasfika Afilia