Menjaga Bahasa, Menyapa Dunia: Peluang dan Strategi Mengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Purwokerto — Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman, menggelar kuliah pakar bertema “Peluang dan Strategi Mengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing” pada Jumat, 24 Oktober 2025, di Aula Bambang Lelono. Kegiatan yang berlangsung pukul 08.00–11.00 WIB ini menghadirkan narasumber Dr. Ari Kusmiatun, M.Hum. dari Universitas Negeri Yogyakarta, dosen dan peneliti berpengalaman dalam bidang BIPA yang juga pernah mengajar di Universitas Yale, Amerika Serikat. Acara ini diikuti dengan antusias oleh mahasiswa angkatan 2022, 2023, dan 2024.

Kegiatan dibuka dengan senam otak yang interaktif, aktivitas yang biasa dilakukan dalam kelas awal BIPA untuk melatih konsentrasi dan koordinasi. Setelah sesi pembuka yang menyegarkan, Ari berbagi pengalaman mengajarnya di berbagai negara, seperti Cina, Korea, dan Thailand. Ia menjelaskan bahwa BIPA merupakan pembelajaran bahasa Indonesia yang dirancang secara sadar, terarah, dan terorganisasi untuk penutur asing. Menurutnya, mengajar BIPA bukan sekadar mengenalkan bahasa, tetapi juga budaya, kebiasaan, dan cara hidup masyarakat Indonesia. “Melalui BIPA, kita tidak hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga membangun jembatan pemahaman lintas budaya antara Indonesia dan dunia,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, Ari juga menyoroti perkembangan bahasa Indonesia di kancah internasional. Ia menyampaikan bahwa bahasa Indonesia kini menjadi salah satu bahasa terbesar di dunia, menempati urutan keempat dalam jumlah penutur, dan menjadi bahasa ketiga yang paling banyak digunakan di platform WordPress. Bahasa Indonesia juga telah menjadi bahasa resmi dalam sidang UNESCO serta dipelajari di lebih dari 57 negara melalui program BIPA yang diajarkan di lebih dari 300 lembaga pendidikan dan universitas luar negeri. Australia disebut sebagai negara dengan lembaga BIPA terbanyak, menunjukkan tingginya minat dunia terhadap bahasa Indonesia.

Ari menekankan bahwa pengajar BIPA harus memiliki kemampuan yang luas, tidak hanya menguasai bahasa, tetapi juga memahami kebudayaan Indonesia. Ia mencontohkan bahwa pengajar sebaiknya mampu menari, memasak makanan khas, menyanyi lagu daerah, hingga memainkan alat musik tradisional. Selain itu, pengajar perlu sabar dan kreatif dalam menyampaikan materi karena pembelajar asing sering mengalami kesulitan pengucapan. “Pengajar BIPA harus mampu menyesuaikan kecepatan berbicara dan lafal sesuai tingkat kemampuan siswa serta memberi banyak kesempatan bagi mereka untuk berlatih,” tuturnya.

Salah satu peserta, Velen, mahasiswa angkatan 2024, menyebut bahwa bagian paling berkesan dari seminar ini adalah pesan tentang pentingnya mencintai bahasa Indonesia agar tidak punah. Ia mengaku semakin termotivasi untuk ikut memperkenalkan bahasa dan budaya Indonesia ke dunia. “Pesannya sederhana tapi dalam, kita harus bangga dengan bahasa sendiri,” ungkapnya. Melalui kuliah pakar ini, mahasiswa mendapatkan wawasan baru tentang pentingnya BIPA sebagai sarana diplomasi budaya dan semakin sadar akan peran mereka sebagai generasi muda dalam memajukan bahasa Indonesia di kancah internasional.

Editor: Anisa Dwi Aryanti

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *