Purwokerto—Aula Bambang Lelono, Fakultas Ilmu Budaya, sudah dipenuhi oleh bising mahasiswa, Jumat (24/10/2025). Aula yang sebelumnya sunyi kini ramai oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia yang siap mengikuti kuliah pakar bertajuk Kuliah Pakar Pembelajaran BIPA: Peluang dan Strategi Mengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing.
Narasumber yang dihadirkan adalah Ari Kusmiatun, seorang pengajar BIPA dari Universitas Negeri Yogyakarta yang sangat berpengalaman. Acara dibuka dengan pemanasan senam otak khas Ari yang biasanya Ia lakukan saat membuka pembelajaran BIPA di Yale University. Suasana menjadi sangat energik dan mahasiswa tampak antusias seakan semua kelelahan dan kebosanan pagi itu sirna.

Ari, pengajar BIPA yang berpengalaman di 19 negara, menekankan satu hal penting: “Kita tidak boleh menyamakan pembelajaran BIPA dengan anak kecil walau pembahasannya pada objek yang sama.” Ia menuturkan prinsip andragogi sebagai inti pembelajaran orang dewasa. Meskipun materi yang disampaikan sederhana, pengajar tidak boleh menyamaratakan dengan anak-anak.
Di tengah tatapan-tatapan serius mahasiswa, Ari menginstruksikan untuk mencoba bahan ajar BIPA yang Ia gunakan, yaitu mengerjakan kuis tentang kata baku dan tidak baku serta menebak bendera negara dunia di Booklet . Seketika aula dipenuhi dengan suara-suara keseruan mahasiswa yang mengerjakan kuis. Pemenang kuis mendapatkan cendera mata dari Ari.
Menurut Ari, BIPA bukan sekadar soal kata dan kalimat bahasa Indonesia. Seorang pengajar harus memahami semua hal yang ada di Indonesia, karena wawasan dan pengalaman ini akan membantu mahasiswa asing dalam memahami budaya Indonesia. “Kita juga harus mengetahui budaya mereka sehingga antara pengajar dan mahasiswa saling menghormati budaya masing-masing,” ungkapnya.
Keasyikan mahasiswa mengikuti kuliah pakar membuat waktu terasa begitu cepat berlalu. Tak terasa tibalah sesi tanya jawab. Ari menyimak pertanyaan dari mahasiswa dengan saksama, pertanyaan tentang cara menyikapi pelajar BIPA egois dan cara mengatasi perbedaan level pada satu kelas BIPA.
Ari pun menjawab pertanyaan tersebut dengan jelas, untuk mengatasi perbedaan level dalam satu kelas adalah dengan menyiapkan materi sesuai kebutuhan level, memaksimalkan peran tutor untuk membimbing pemelajar, dan memberi tantangan kepada pemelajar BIPA yang merasa sudah bisa agar terus termotivasi. Pendekatan personal juga diperlukan untuk membangun keterhubungan dan membuat pembelajaran lebih efektif.
Waktu berlalu mengalir seperti air karena keseruan Ari dalam mengemas seminar menjadi kegiatan yang asyik dan bermanfaat. Kuliah pakar bersama Ari meninggalkan kesan mendalam karena mahasiswa menjadi tahu bahwa BIPA bukan hanya sekadar mengajar bahasa kepada penutur asing tetapi memahami konteks budaya dan saling menghargai perbedaan.
Editor : Nada Naila Salsabila
