NasSirun PurwOkartun dalam acara Bedah Buku Babad Banyumas di Gramedia Gelora Indah Purwokerto (Dok. Pribadi)
Purwokerto—Antusiasme terhadap sejarah lokal Banyumas kembali tersulut. Bertempat di Gramedia Gelora Indah Purwokerto, acara bedah buku “Babad Banyumas” sukses menjadi magnet bagi berbagai kalangan, mulai dari pelajar hingga pegiat literasi, yang menunjukkan tingginya kepedulian masyarakat terhadap warisan naskah kuno dan budaya daerah.
Acara yang merupakan bagian dari rangkaian program “Semesta Buku” ini digelar pada Sabtu, 1 November 2025. Buku yang dibedah, Babad Banyumas, adalah naskah sejarah penting yang berisi peristiwa-peristiwa penting di wilayah Banyumas, termasuk silsilah para bupati daerah tersebut. Sesi bedah buku tersebut secara khusus menghadirkan NasSirun PurwOkartun, seorang penulis sekaligus peneliti naskah lokal. Sosok yang akrab disapa Kang Nass ini memiliki nama asli Nassirun Wijaya dan dikenal sebagai kartunis serta penulis lokal kelahiran Purwokerto dengan kegemaran utama menggambar kartun (sumber: nassirunpurwokartun.wordpress.com). Kehadirannya memberikan kekayaan perspektif baru dalam pembahasan babad tersebut.
Sri, peserta asal Majenang, mengatakan hadir karena ingin mengetahui sejarah daerahnya. “Saya ingin tahu sejarah dan budaya Banyumas. Walaupun dari Majenang, saya merasa masih satu jalur. Acara seperti ini penting supaya generasi muda tahu asal-usulnya,” ujarnya dalam wawancara (1/11/2025).
Dalam sesi diskusi, NasSirun menjelaskan proses penelitiannya terhadap naskah Babad Banyumas. Ia menyebut telah mengumpulkan naskah lama yang tersebar di berbagai tempat. Beberapa di antaranya adalah naskah tulisan tangan seperti Babad Banyumas Mertadirejan dan Wirjaatmadjan, yang kemudian dialihaksarakan dari huruf latin Jawa dan ke bahasa Indonesia.
“Saya pulang ke Banyumas karena merasa harus menekuni Babad Banyumas. Saya ingin bertemu dengan orang-orang yang peduli sejarah Banyumas,” katanya. NasSirun juga menyampaikan bahwa ia menulis versi cerita anak dari Babad Banyumas agar bisa dibaca anak-anak dan orang tua.
Sri menilai acara ini memberi pengetahuan baru. “Banyak hal menarik yang saya dapat. Buku seperti Babad Banyumas penting untuk menjaga identitas. Negara bisa tetap ada kalau sejarahnya dikenal warganya,” ujarnya. Ia berharap kegiatan seperti ini terus diselenggarakan dan bisa menjangkau generasi muda.
Acara berlangsung dengan paparan penulis dan diskusi terbuka. Suasana cukup interaktif, dengan beberapa peserta ikut mengajukan pertanyaan seputar sejarah Banyumas hingga pelestarian kebudayaan lokal.
Menutup acara, NasSirun menyampaikan bahwa membaca Babad Banyumas merupakan salah satu cara mengenal dan merawat tanah kelahiran. Acara ini pun menjadi pengingat sederhana bahwa sejarah dan budaya dapat terus hidup, selama masih ada yang mau membaca, mendengar, dan merawatnya.
Editor: Zahra Jerolin Hanifah
