Tagar (#) dan Literasi Digital Pengguna X sebagai Bentuk Solidaritas

Purwokerto – Di dunia digital yang serba cepat, tagar (#) bukan lagi sekadar simbol dalam sebuah topik. Di platform X, tagar digunakan sebagai alat komunikasi, simbol solidaritas, sekaligus wadah ekspresi publik. Satu kalimat pendek yang diawali tagar kini mampu memicu percakapan global dan membentuk opini masyarakat dalam hitungan jam.

Tagar seperti #SaveOurEarth, #PrayForRaffah, dan #FreePalestine yang akhir-akhir ini viral menjadi magnet solidaritas warganet terhadap isu sosial. Dengan satu klik, jutaan pengguna X dapat saling terhubung, menyuarakan pendapat, dan memperkuat solidaritas. Fenomena ini menunjukkan bahwa bahasa di media sosial bukan hanya alat untuk menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai alat untuk membangun solidaritas dan kebersamaan.

Tagar berfungsi untuk menunjukkan identitas diri kepada publik dan bergabung dengan kelompok populer. Selain itu, tagar juga dimanfaatkan dalam konteks yang lebih luas, seperti penyebaran opini dan pembentukan gerakan sosial di ruang digital.

Namun, di balik semua kelebihan itu, tagar juga membawa tantangan serius terhadap literasi digital. Di era banyaknya informasi di media sosial, tidak semua tagar mencerminkan kebenaran. Ada yang diciptakan untuk menggiring opini, memanipulasi emosi, bahkan menyebarkan disinformasi. Banyak pengguna ikut menyuarakan tagar tanpa memahami konteks atau sumber aslinya. Akibatnya, percakapan publik di X sering kali berubah menjadi ruang untuk saling serang.

Kondisi ini menuntut pengguna untuk memiliki kesadaran kritis dan etika digital. Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan media sosial, tetapi juga kemampuan menyaring, memverifikasi, dan memahami makna di balik simbol digital.

Tagar terlihat sederhana, tetapi sebenarnya mencerminkan gerakan besar di dunia maya, seperti kerja sama, ekspresi diri, dan pengaruh. Melalui satu kata yang diawali tanda pagar, orang bisa berkomunikasi, bertindak, dan menanggapi berbagai hal. Karena itu, literasi digital penting agar tagar tetap menjadi alat untuk membangun kebersamaan, bukan pemecah perbedaan.

Editor: Okty Astri Rahmadani

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *