Purwokerto—Akhir-akhir ini kata “anjir” tidak lagi dianggap sekadar umpatan kasar. Di media sosial, terutama TikTok dan Instagram, kata ini telah berubah fungsi menjadi bentuk ekspresi umum bagi generasi muda untuk mengekspresikan perasaan, seperti kagum, terkejut, lucu, atau kesal. Pergeseran makna ini menunjukkan bahwa bahasa terus berkembang seiring perubahan budaya dan teknologi.


Hasil kajian yang dimuat dalam Jurnal Multidisiplin West Science tahun 2022 menunjukkan bahwa kata “anjir” telah mengalami perubahan bentuk dan makna secara signifikan. Berdasarkan analisis terhadap puluhan tangkapan layar komentar di media sosial, terdapat sedikitnya 34 bentuk pemakaian kata “anjir” yang menampilkan beragam emosi, mulai dari lucu, sedih, hingga terkejut. Variasi tersebut memperlihatkan bahwa makna kata “anjir” kini bergantung pada konteks dan situasi penggunaannya.
Penelitian yang sama menemukan sebelas bentuk variasi morfologis dari kata “anjir”, antara lain anjirr, anjr, anjiiir, dan anjreeet. Sebagian besar mengalami proses pemendekan (clipping) dan penambahan akhiran (sufiks). Semakin panjang bentuk katanya, semakin kuat emosi yang ingin disampaikan penutur. Hal ini memperlihatkan kreativitas berbahasa yang khas generasi Z di dunia maya.
Dari sisi sosial, penggunaan kata “anjir” juga merepresentasikan proses hibridisasi bahasa, yaitu percampuran antara bahasa kasar dengan bahasa gaul. Perubahan ini menandai lahirnya identitas baru dalam komunikasi digital anak muda Indonesia. Seperti dijelaskan dalam kajian kebahasaan oleh Lase dan Wati yang terbit di Jurnal Madah tahun 2024, bentuk variasi kata “anjir” juga berfungsi sebagai sarana membangun keakraban dan solidaritas di komunitas daring.


Meskipun demikian, para ahli tetap mengingatkan pentingnya etika berbahasa. Kata “anjir” sebaiknya digunakan secara proporsional dan sesuai konteks. Dalam situasi informal di media sosial, kata ini dapat diterima sebagai ekspresi spontan. Namun, penggunaannya di ruang formal atau publik dapat menimbulkan kesan tidak sopan apabila disalahartikan.
Fenomena “anjir” menjadi bukti bahwa bahasa adalah cerminan masyarakat. Pergeseran makna dari kasar menjadi ekspresif menunjukkan betapa dinamisnya bahasa Indonesia di tangan generasi muda. Kata yang dulu dianggap tabu kini menjelma menjadi simbol keakraban, kreativitas, dan spontanitas dalam budaya digital.
Editor: Naifa Versyandari
