Dinamika Multitasking Mahasiswa: Produktivitas dan Risiko Kelelahan

Purwokerto – Saat ini, kehidupan mahasiswa semakin padat dengan berbagai kegiatan. Selain kuliah, banyak yang aktif di organisasi, mengikuti magang, hingga terlibat dalam kegiatan sosial. Semua aktivitas itu sering berlangsung hampir bersamaan. Dari sinilah muncul kebiasaan yang sering disebut multitasking  yaitu melakukan beberapa hal sekaligus dalam waktu yang sama.

Bagi sebagian mahasiswa, multitasking dianggap sebagai tanda kemampuan dalam mengatur waktu dengan baik. Dengan melakukan banyak hal sekaligus, mereka merasa lebih produktif dan efisien. Bahkan, kemampuan ini sering dianggap penting sebagai persiapan menghadapi dunia kerja yang serba cepat dan menuntut ketepatan waktu.

Namun, di balik itu, multitasking juga dapat membawa dampak negatif. Berdasarkan artikel ITS Online berjudul “Multitasking, Kebiasaan bak Pisau Bermata Dua” (2023), seorang profesor dari Stanford University, Clifford Nass, mengemukakan bahwa multitasking dapat membuat otak bekerja lebih keras dari biasanya. Akibatnya, fokus menjadi mudah terpecah dan hasil pekerjaan pun tidak maksimal.

Penelitian lain dari University of Copenhagen, Denmark, menyebutkan bahwa multitasking dapat menyebabkan gangguan ingatan baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini terjadi karena otak tidak menyimpan informasi di tempat yang seharusnya. Akibatnya, seseorang menjadi lebih mudah lupa dan sulit berkonsentrasi dalam waktu lama. Selain gangguan ingatan, multitasking juga dapat menyebabkan stres. Ketika otak dipaksa bekerja terus-menerus tanpa jeda, tubuh menghasilkan hormon stres berlebih. Kondisi ini membuat detak jantung meningkat, tekanan darah naik, dan perasaan cemas bertambah. Tak heran jika banyak mahasiswa akhirnya merasa cepat lelah meski telah menyelesaikan banyak hal.

Meski demikian, multitasking tidak selalu berdampak buruk jika dilakukan dengan cara yang tepat. Mahasiswa perlu memahami kapan harus fokus pada satu hal dan kapan bisa mengerjakan beberapa hal sekaligus. Mengatur prioritas serta membuat jadwal yang seimbang dapat membantu agar tetap produktif tanpa merasa kewalahan.

Kesimpulannya, menjadi mahasiswa di era modern bukan berarti harus mampu melakukan segala hal dalam waktu bersamaan. Yang lebih penting adalah menyelesaikan setiap tanggung jawab dengan baik dan penuh perhatian. Produktivitas tidak hanya diukur dari banyaknya pekerjaan yang dilakukan, melainkan dari kualitas serta keseimbangan hidup yang mampu dijaga.

Editor: Lintang Nasywaa Salsabila

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *