FOMO di Era Digital: Tekanan Psikologis Generasi Z akibat Media Sosial

Ilustrasi: Pengaruh media sosial terhadap kondisi emosional pengguna (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Purwokerto-Di era digital seperti sekarang, penggunaan media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan generasi muda. Hampir setiap hari, anak muda menghabiskan waktu berjam-jam di Instagram, TikTok, dan X. Namun, di balik kemudahan berkomunikasi dan berekspresi, media sosial juga menimbulkan dampak psikologis yang serius.

Sebuah studi oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan berkaitan dengan meningkatnya tingkat kecemasan dan depresi. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain yang menampilkan sisi ideal kehidupannya.

Fenomena ini dikenal dengan istilah Fear of Missing Out (FOMO), yaitu perasaan takut tertinggal atau tidak relevan dengan tren yang sedang ramai di media sosial. Banyak pengguna merasa perlu untuk terus aktif, mengikuti berbagai challenge, atau memamerkan aktivitas agar terlihat update. Kondisi tersebut membuat sebagian orang kehilangan kendali atas kehidupannya sendiri dan hidup demi validasi digital. Beberapa bahkan menghapus unggahan jika jumlah likes atau views dirasa tidak memuaskan.

Generasi Z menjadi kelompok yang paling terdampak. Mereka tumbuh bersama teknologi digital yang sangat terhubung dan sejak kecil telah terbiasa bersosialisasi secara daring.

Masalah ini dapat diatasi melalui edukasi literasi digital dan kesadaran etika bermedia. Pengguna perlu dibekali kemampuan untuk mengelola waktu layar serta memahami dampak emosional dari aktivitas daring. Selain itu, penting bagi anak muda untuk menyadari bahwa kehidupan nyata tidak selalu seindah unggahan di media sosial.

Meski membawa sisi negatif, media sosial juga membawa dampak positif. Platform ini dapat menjadi ruang edukatif bagi generasi muda untuk berbagi pengetahuan, mengampanyekan isu sosial, hingga menyalurkan kreativitas.

Penggunaan media sosial secara sehat dan sadar digital merupakan kunci utama dalam menghadapi fenomena ini. Pemerintah dan lembaga pendidikan diharapkan dapat memperkuat literasi digital di kalangan remaja. Keluarga juga berperan penting dalam memberikan pendampingan serta batasan penggunaan gawai. Dengan begitu, media sosial dapat menjadi ruang positif yang mendorong empati, bukan sumber tekanan batin.

Editor: Ridwan Ahmad Fauzi

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *