Purwokerto, Berbagai latar belakang nasional dan daerah menjadi warna di dinamika kampus Purwokerto. Di tengah meningkatnya mobilitas mahasiswa, banyak perantau yang mengalami culture shock saat pertama kali menapak kota ini, terutama terkait bahasa, norma sosial, serta akses terhadap makanan dan fasilitas umum. Fenomena ini dipandang sebagai bagian wajar dari proses adaptasi budaya, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan akademik maupun hubungan sosial para mahasiswa baru.
Mahasiswa yang datang dari luar Purwokerto sering merasakan perbedaan norma sosial terkait cara bergaul di kampus maupun lingkungan sekitar. Ritme aktivitas di kafe kampus, penggunaan bahasa santai, hingga pola interaksi dengan dosen bisa berbeda dengan daerah asal mereka. “Di perantauan ini saya belajar banyak hal, dan mendapatkan pengalaman baru” ujar Rizqiya. Adaptasi ini memerlukan waktu, dukungan teman sejawat, serta fasilitas orientasi budaya yang memadai untuk mempercepat proses integrasi tanpa menimbulkan rasa terisolasi.
Opini Rizqiya menunjukkan kota ini menawarkan peluang belajar dan pertumbuhan yang kaya, sambil menuntut kesiapan institusi menyediakan dukungan relevan. Pendekatan berbasis komunitas, upaya memfasilitasi bahasa, varian kuliner, serta norma budaya yang konsisten dinilai penting untuk menjembatani jarak budaya. Dengan langkah-langkah itu, para perantau diharapkan merasa lebih terhubung, aman, dan produktif sepanjang masa studi di Purwokerto.
Dukungan kampus dinilai krusial, termasuk program orientasi budaya, sesi pengenalan bahasa daerah, serta layanan konseling untuk menjaga kesejahteraan mental. Jika budaya lokal dan bahasa dapat dipahami lewat komunitas kampus, maka perantau tidak hanya mampu menyesuaikan diri tetapi juga memperkaya dinamika akademik melalui kolaborasi lintas budaya.
Editor: Silmi Nafi Kholishoh
