Emoji dan Singkatan: Wajah Baru Bahasa Indonesia di Era Digital

Purwokerto — Perkembangan media digital telah mengubah cara masyarakat Indonesia berkomunikasi. Penggunaan emoji dan singkatan kini menjadi bagian penting dalam interaksi sehari-hari di platform seperti WhatsApp, TikTok, dan Instagram. Fenomena ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sedang beradaptasi dengan kecepatan komunikasi dan budaya digital yang semakin dominan.

Bahasa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi, sehingga munculnya bentuk-bentuk ekspresi baru seperti emoji dan singkatan merupakan respons terhadap kebutuhan komunikasi yang lebih cepat, ringkas, dan tetap ekspresif. Ia juga menilai bahwa emoji mampu menggantikan ekspresi nonverbal yang biasanya muncul dalam percakapan langsung.

Hasil penelitian Siti Nurhidayah dari Universitas Negeri Medan (2023) mendukung pandangan tersebut. Dalam artikelnya Penggunaan Fitur Emoticon dalam Bahasa Komunikasi Digital, ia menemukan bahwa mayoritas pengguna media sosial menyatakan emoji membantu memperjelas maksud pesan. Riset tersebut menunjukkan bahwa penyertaan emotikon memudahkan pembaca dalam memahami emosi pembicara karena emoji dianggap mampu menjembatani kekurangan ekspresi dalam teks digital.

Penelitian lain dari Eko Prasetyo yang dimuat dalam Jurnal Pujangga (Universitas Nasional, 2024) menyebut bahwa penggunaan singkatan seperti “btw”, “Fyi”, “wkwk”, “idk”, atau “afk” muncul karena tuntutan efisiensi. Dalam penelitiannya, Prasetyo menjelaskan bahwa komunikasi digital mendorong pengguna untuk mengutamakan kecepatan dibandingkan struktur bahasa yang lengkap. Ia menilai bahwa singkatan bukan bentuk penyimpangan bahasa, tetapi wujud adaptasi terhadap media komunikasi modern.

Sumber : komentar postingan Instagram @r.yw_xx.9

Di sisi lain, ahli linguistik digital dari Universitas Indonesia, Dedi Pranoto, menilai bahwa perubahan ini perlu disikapi dengan bijak. Ia mengemukakan bahwa penggunaan emoji dan singkatan dapat membawa dampak positif terhadap kreativitas berbahasa, namun berpotensi melemahkan kemampuan menulis baku jika digunakan tanpa pemahaman konteks. Ia menekankan pentingnya literasi digital agar masyarakat dapat membedakan antara penggunaan bahasa santai dan bahasa resmi.

Fenomena ini semakin terlihat di kalangan remaja dan mahasiswa. Emoji digunakan untuk memperkuat emosi, sementara singkatan digunakan untuk mempercepat komunikasi. Dalam konteks budaya digital, masyarakat semakin terbiasa membaca simbol, memaknai gambar, dan memahami pesan nonverbal, sehingga kemampuan berpikir visual ikut berkembang.

Sumber : komentar postingan TikTok @.roseries

Namun demikian, muncul pula tantangan etika berbahasa. Masyarakat dituntut memiliki wawasan untuk menempatkan ragam bahasa sesuai konteks. Bahasa santai boleh digunakan di media sosial, tetapi kemampuan menggunakan bahasa baku tetap dibutuhkan di lingkungan akademik dan profesional.

Perubahan gaya komunikasi ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia tidak sedang melemah, melainkan sedang menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Dengan wawasan yang cukup serta sikap berbahasa yang bijak, emoji dan singkatan dapat menjadi bagian dari kekayaan ekspresi masyarakat tanpa mengurangi nilai-nilai kebahasaan yang sudah ada.

Editor : Luna Ryas Indriansyah


Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *