Kata “receh”, yang dulu bermakna uang logam bernilai kecil, kini mengalami pergeseran makna di dunia maya. Di tangan Generasi Z, istilah ini berubah menjadi simbol ekspresi ringan, humor sederhana, dan candaan yang dianggap tidak terlalu serius namun tetap menghibur. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana bahasa terus berkembang mengikuti arus budaya digital.
Generasi Z menjadi pelaku utama di balik perubahan ini. Mereka aktif di berbagai platform media sosial seperti TikTok, X (Twitter), dan Instagram, yang menjadi tempat kata “receh” sering digunakan dalam konten meme, komentar, hingga percakapan sehari-hari. Para ahli bahasa dan pengamat media pun turut menyoroti bagaimana kreativitas Gen Z membentuk identitas linguistik baru yang mencerminkan gaya berpikir cepat, santai, dan adaptif.
Fenomena ini muncul di ranah digital, dunia maya yang menjadi ruang hidup utama bagi Generasi Z. Bahasa di internet kini menjadi tempat lahirnya makna baru, termasuk kata “receh” yang menyebar luas di komunitas daring, grup chat, dan komentar media sosial.
Istilah “receh” dalam konteks humor sebenarnya sudah mulai digunakan sejak tahun 2018, terutama di platform Twitter. Namun, perkembangan pesatnya terjadi pada masa pandemi sekitar tahun 2020, ketika masyarakat lebih aktif berinteraksi secara daring dan mencari hiburan ringan di media sosial. Dalam waktu singkat, kata “receh” menjadi bagian dari kosakata populer yang dipahami lintas platform dan generasi.
Pergeseran makna kata “receh” menunjukkan bahwa bahasa tidak pernah statis. Ia terus hidup dan berubah mengikuti dinamika sosial, budaya, dan teknologi. Bagi Generasi Z, penggunaan kata ini bukan sekadar lelucon, tetapi juga cerminan identitas: menunjukkan bahwa mereka mampu mengekspresikan diri dengan cara unik, jenaka, dan fleksibel terhadap konteks digital.
Prosesnya berlangsung secara alami melalui interaksi digital. Saat sebuah kata sering digunakan dalam konteks tertentu, seperti “anaknya receh banget” maknanya perlahan bergeser dari arti harfiah menjadi makna konotatif. Kreativitas, humor, dan kecepatan penyebaran di media sosial memperkuat transformasi tersebut hingga akhirnya diterima secara luas oleh masyarakat maya.
Editor: Barginia Anindya M.
