Foto (Dokumentasi: Bintang Fabian)
Purwokerto — Arus digitalisasi kini menjadi pendorong utama transformasi dunia pendidikan. Perguruan tinggi di seluruh Indonesia mulai beralih dari sistem manual menuju sistem berbasis teknologi untuk menjawab tantangan efisiensi, kualitas, dan relevansi pembelajaran di era modern.
Dosen bidang Teknologi Informasi dari Telkom University Purwokerto, Muhamad Azrino Gustalika, menilai bahwa digitalisasi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak bagi lembaga pendidikan agar tetap adaptif terhadap perkembangan zaman. “Teknologi seperti cloud computing, artificial intelligence (AI), dan Internet of Things (IoT) kini menjadi tulang punggung sistem akademik modern,” ungkapnya.
Melalui penerapan teknologi tersebut, kampus dapat mengintegrasikan layanan akademik, absensi, manajemen data, hingga proses evaluasi pembelajaran dalam satu ekosistem digital yang efisien. Hasilnya, dosen dan mahasiswa dapat menghemat waktu, biaya, sekaligus mengurangi penggunaan kertas secara signifikan.
“Digitalisasi membuat aktivitas administrasi jauh lebih cepat dan transparan. Mahasiswa dapat mengakses nilai, materi, atau jadwal kuliah dari mana saja tanpa harus datang ke kampus. Dosen pun bisa melakukan pembelajaran daring dan penilaian secara otomatis,” jelas Azrino.
Namun, di balik manfaat besar itu, penerapan digitalisasi tidak lepas dari tantangan. Menurutnya, kendala paling sering muncul adalah keterbatasan jaringan internet serta kesiapan sumber daya manusia. “Teknologi tidak akan berjalan optimal jika infrastrukturnya lemah dan pengguna belum siap,” katanya.
Untuk itu, strategi penguatan dilakukan melalui pelatihan digital literacy bagi tenaga pengajar dan mahasiswa, serta peningkatan kapasitas infrastruktur kampus. Langkah ini diyakini menjadi kunci agar ekosistem digital di dunia pendidikan berjalan efektif dan berkelanjutan.
Aspek lain yang tak kalah penting adalah keamanan data akademik. Di tengah maraknya ancaman siber, sistem digital kampus dituntut menjaga kerahasiaan dan keutuhan informasi. “Kami menerapkan sistem enkripsi dan penyimpanan berbasis cloud untuk memastikan keamanan data. Setiap akses pengguna juga diawasi melalui autentikasi berlapis,” tutur Azrino.
Lebih jauh, digitalisasi juga dinilai mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan penelitian. Platform digital mempermudah kolaborasi riset lintas kampus maupun industri, serta memperkaya metode belajar mahasiswa. “Sekarang mahasiswa bisa memanfaatkan data real-time dari perangkat IoT untuk riset. Ini membuka peluang inovasi yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan dengan metode konvensional,” ujarnya.
Meski begitu, kesiapan mahasiswa terhadap lingkungan digital masih menjadi pekerjaan rumah. “Sebagian mahasiswa sudah sangat adaptif, tetapi masih ada yang belum terbiasa dengan sistem berbasis teknologi. Maka, pembiasaan dan pendampingan harus terus dilakukan,” tambahnya.
Azrino menegaskan, percepatan digitalisasi di bidang pendidikan tidak bisa dikerjakan sendiri oleh kampus. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor industri perlu berkolaborasi untuk memastikan pemerataan akses internet, penguatan kurikulum digital, serta pengembangan kompetensi sumber daya manusia.
Ia optimistis, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, pendidikan Indonesia akan semakin berdaya saing secara global. “Jika digitalisasi dijalankan secara serius dan merata, maka sistem pendidikan kita tidak hanya efisien, tapi juga inklusif, transparan, dan adaptif terhadap masa depan,” tutupnya.
Editor: Nuara Tsalatsa Zahra
