PURWOKERTO — Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman kembali menghadirkan karya teater penuh makna berjudul “Stasiun Waktu”, yang dipentaskan pada 26 September 2025 di Gedung Bambang Lelono, FIB Unsoed. Pementasan ini disutradarai oleh Dian Ariyanti dengan naskah karya Muhammad Nollan Fatwa dan Shafa Fikri Arifin.
Tema utama teater ini berpusat pada pergulatan batin manusia untuk mencapai kejujuran diri dan penerimaan atas kegagalan. Melalui kisah simbolik di sebuah stasiun bernama “nanti”, teater ini menyoroti kondisi stagnasi hidup, tempat di mana seseorang sering menunda keputusan dengan alasan “proses”. Para tokoh akhirnya dihadapkan pada kenyataan bahwa yang selama ini mereka hindari adalah diri mereka sendiri.
Keunikan teater “Stasiun Waktu” terletak pada konsep waktu, ruang, dan sistem perjalanannya yang bersifat surealistik. Dalam dunia pementasan ini, waktu tidak berjalan sebagaimana mestinya, ditandai dengan angka “25:61” sebagai simbol detik-detik dalam diri yang berani menuntut kejujuran. Sementara itu, panggung pementasan digambarkan sebagai stasiun tua dan sunyi yang mempresentasikan tempat seseorang terjebak dalam kenyamanan semu. Tidak ada aturan atau petunjuk, sebab satu-satunya syarat untuk keluar hanyalah kejujuran, simbol bahwa hanya kejujuran yang dapat membebaskan seseorang dari kebohongan dirinya sendiri.

Proses latihan teater ini berlangsung cukup panjang, yaitu sejak April hingga September 2025, seluruhnya dilakukan di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya. Menurut tim produksi, latihan difokuskan pada pendalaman psikologis karakter dan penciptaan suasana surealistik. Para aktor dituntut untuk benar-benar menghayati luka dan kebohongan batin masing-masing tokoh agar pesan kejujuran dan penerimaan diri tersampaikan secara emosional.
Pemilihan tema “Stasiun Waktu” sendiri berangkat dari keinginan untuk merefleksikan sekaligus mengkritisi tuntutan sosial di era modern. Melalui metafora kereta dan stasiun, pementasan ini menggambarkan manusia modern yang hidup dalam tekanan pencapaian, tetapi kehilangan autentisitas dirinya. Dalam dunia yang serba cepat, teater ini mengajak penonton merenungkan keaslian langkah hidup mereka di tengah tekanan masyarakat.
Dian Ariyanti, sang sutradara, menyebut bahwa teater adalah media paling intim untuk menyampaikan pesan sosial dan budaya. “Di teater, penonton bisa melihat langsung pergulatan batin para tokohnya. Itu membuat pesan kejujuran menjadi sangat hidup,” ujarnya.
Melalui simbolisme kuat, kerja sama tim yang solid, dan pesan reflektif yang mendalam, “Stasiun Waktu” menjadi bukti bahwa karya teater mahasiswa tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajak penonton menatap jujur ke dalam diri sendiri.
Editor: Khanifah Zulfi
