PURBALINGGA— Wayang Gagrag Banyumas menjadi salah satu bentuk ekspresi budaya yang menggambarkan keunikan dan karakter masyarakat Banyumas. Berbeda dengan gaya pewayangan dari daerah lain, wayang Banyumas memiliki ciri khas tersendiri, mulai dari penggunaan warna yang mencolok hingga tokoh punakawan yang berbeda.
Umumnya punakawan terdiri atas Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun, dalam Wayang Gagrag Banyumas, tokoh Bagong digantikan oleh tokoh Bawor. Bawor merupakan sosok yang menjadi simbol kejujuran, kelugasan, dan sifat egaliter masyarakat Banyumas. “Bawor itu sebenarnya secara sifat menggambarkan orang Banyumas. Orang Banyumas itu serba terbuka hidupnya, istilahnya dalam arti ngomong apa adanya, ngga ada yang ditutup-tutupi,” ujar Sukardi, pengrajin wayang asal Desa Sangkanayu, Purbalingga.
Selain dari sisi tokoh, keunikan wayang Banyumas juga tampak pada tampilan visualnya. Warna-warna cerah seperti merah, kuning, hijau, dan biru digunakan secara dominan untuk mempertegas karakter dan suasana pertunjukan. Warna yang berani ini melambangkan semangat hidup serta sifat masyarakat Banyumas yang terbuka dan ceria.
Ukuran wayangnya pun cenderung lebih kecil dibandingkan dengan wayang gaya Surakarta atau Yogyakarta. Bentuk yang lebih ringan dan sederhana memudahkan dalang untuk menampilkan gerak yang lebih luwes, sejalan dengan karakter masyarakat Banyumas yang praktis dan apa adanya.
Bagi masyarakat Banyumas, wayang bukan hanya tontonan, tetapi juga tuntunan yang menyampaikan nilai moral, religi, dan sosial. Melalui tokoh-tokohnya, terutama Bawor, Wayang Gagrag Banyumas menjadi cerminan kehidupan sehari-hari masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran dan kebersamaan.
Pelestarian wayang ini terus dijaga oleh para pengrajin dan dalang lokal, termasuk Sukardi, yang dengan ketekunan dan cinta budaya memastikan warisan leluhur ini tidak hilang ditelan zaman.
