“Kalcer” : Bahasa Baru di Era Budaya Digital

Di dunia media sosial, tren baru bisa muncul dan menyebar hanya dalam hitungan jam. Salah satu yang kini ramai diucapkan anak muda adalah kata kalcer. Istilah ini berasal dari plesetan kata culture yang berarti budaya, namun maknanya kini berubah menjadi gaya hidup kekiniaan yang mencerminkan tren dan selera anak muda di dunia maya. 

Kata kalcer sering digunakan di TikTok, Instagram, hingga X untuk menggambarkan seseorang yang mengikuti tren fashion, musik, atau gaya hidup tertentu. Mereka yang disebut “anak kalcer” dianggap paham tren, aktif di media sosial, dan memiliki gaya khas yang dianggap keren. Dalam dunia maya, sebutan itu menjadi semacam identitas baru yang melekat pada generasi muda. Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media digital terhadap cara berbahasa dan berinteraksi. Bahasa yang lahir dari internet berkembang secara instan dan cepat, menciptakan makna baru yang berbeda dari arti aslinya. Kata yang awalnya bernuansa budaya kini menjadi simbol status sosial di ruang digital. Bahasa tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga sarana untuk menunjukkan jati diri dan keanggotaan dalam komunitas tertentu. 

Namun, penggunaan bahasa seperti kalcer juga memunculkan tantangan. Tidak semua orang memahami konteks di balik istilah tersebut, sehingga terkadang menimbulkan salah paham antar pengguna. Di sinilah pentingnya literasi digital, kemampuan untuk tidak sekadar mengikuti tren atau FOMO, tetapi juga memahami makna dan nilai dibaliknya. 

Literasi digital mengajarkan pengguna untuk bijak berbahasa di ruang maya. Setiap kata yang dipilih dan disebarkan membawa dampak sosial, membentuk persepsi, dan mencerminkan kepribadian penggunanya. Dengan kesadaran itu, bahasa gaul seperti kalcer bisa menjadi jembatan komunikasi antargenerasi, bukan pemisah. 

Editor: Lusi Rahmalia

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *