
Cuplikan percakapan digital yang menampilkan penggandaan huruf, salah satu tren bahasa yang kini marak dalam komunikasi daring. (Dok.Pribadi)
Purwokerto — Penggunaan huruf yang dipanjangkan atau digandakan dalam percakapan digital semakin populer di kalangan anak muda Indonesia. Ungkapan seperti “sebentarrr”, “iyaa”, dan “maafff” kini menjadi ciri khas gaya berbahasa di media sosial dan aplikasi pesan singkat.
Tren ini muncul sebagai cara untuk menambahkan ekspresi dalam komunikasi teks yang tidak dapat menampilkan intonasi secara langsung. Pemanjangan huruf dianggap mampu menghadirkan kesan lebih ramah, santai, dan akrab dibandingkan bentuk kata bakunya.
Perubahan tersebut terlihat dalam berbagai percakapan digital sehari-hari. Banyak pengguna memilih menambah huruf vokal atau menggandakan konsonan untuk menekankan maksud tertentu, seperti penegasan, permohonan, maupun kedekatan emosional.
Namun, fenomena ini juga membawa dampak terhadap kebiasaan berbahasa formal. Sebagian siswa terbawa menggunakan bentuk tidak baku tersebut dalam tugas akademik, seperti penulisan esai atau laporan. Kondisi ini menimbulkan tantangan bagi pembelajaran bahasa, terutama dalam membedakan penggunaan bahasa informal dan bahasa baku sesuai konteks.
Meski demikian, tren huruf panjang dipandang sebagai bagian dari perkembangan linguistik di era digital. Gaya ini menunjukkan bagaimana pengguna media menyesuaikan bahasa dengan kebutuhan ekspresif dalam komunikasi online.
Seiring meningkatnya penggunaan teknologi, kemampuan membedakan bahasa digital dan bahasa formal dinilai penting untuk memperkuat literasi digital serta menjaga kecerdikan berbahasa di lingkungan akademik.
Editor: Yusfi Shofiyatul Azmi
