Purwokerto — Media sosial kini menjadi ruang utama bagi Generasi Z untuk berkomunikasi, namun tren penggunaan bahasa singkat menimbulkan kekhawatiran dalam konteks komunikasi formal. Berdasarkan laporan We Are Social dan Hootsuite pada tahun 2023, lebih dari 70% anak muda Indonesia aktif menggunakan media sosial setiap hari, dengan TikTok, Instagram, dan Twitter sebagai platform paling populer.
Fenomena ini mendorong munculnya istilah gaul dan singkatan yang semakin dominan dalam percakapan sehari-hari. Contoh bahasa singkat Gen Z yang banyak digunakan antara lain “pls” (please/tolong), “fyi” (for your information/sekadar info), “idk” (I don’t know/tidak tau), “tbh” (to be honest/sejujurnya), “lol” (laughing out loud/tertawa), dan “btw” (by the way). Hasil penelitian Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada tahun 2021 menyebut, bahwa penggunaan bahasa singkat dan istilah asing yang berlebihan berpotensi menurunkan kemampuan remaja dalam menggunakan bahasa Indonesia baku.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga mencatat tren penurunan penggunaan bahasa Indonesia baku di kalangan remaja, terutama saat menulis tugas akademik, berkomunikasi resmi, atau menghadapi situasi formal lainnya. Paparan berlebihan terhadap bahasa singkat membuat remaja kesulitan memahami teks yang berbahasa Indonesia kompleks, sehingga berdampak pada keterampilan komunikasi formal di pendidikan tinggi, dunia kerja, maupun interaksi dengan instansi pemerintah.
Tak hanya soal keterampilan, penggunaan bahasa nonbaku secara terus-menerus juga dapat mengikis nilai budaya dan identitas bangsa. Bahasa Indonesia sebagai pilar budaya dan identitas nasional berisiko tergerus jika generasi muda lebih sering memakai istilah asing atau bahasa singkat dalam percakapan sehari-hari.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyarankan agar bahasa singkat dan istilah gaul tetap dibatasi pada konteks informal, sementara keterampilan berbahasa di media digital terus ditingkatkan. Dengan begitu, generasi muda tetap dapat mengekspresikan diri secara fleksibel di media sosial, namun tidak kehilangan kemampuan berkomunikasi secara formal dan efektif.
Editor: Rika Amelia
