Bumiayu — Penurunan minat dalam sektor pertanian menjadi tantangan serius bagi Indonesia, khususnya di kalangan generasi muda. Fenomena ini muncul akibat berbagai faktor yang membuat profesi petani kurang diminati, sehingga perlu mendapat perhatian dan tindakan dari pemerintah.
Berdasarkan data Upland Project yang diunggah pada 2023, jumlah petani muda hanya mencapai 9 persen atau sekitar 2,7 juta orang pada rentang usia 19–39 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa minat generasi muda terhadap sektor pertanian masih rendah. Stigma negatif mengenai profesi petani, seperti dianggap tidak menguntungkan dan tidak membanggakan, masih kuat berkembang. Harga hasil panen yang tidak stabil serta pekerjaan yang identik dengan aktivitas luar ruangan membuat generasi muda semakin ragu untuk terjun ke dunia pertanian.

Pemerintah perlu mengubah stigma profesi petani yang sering dianggap berpendapatan rendah, tidak memiliki kepastian karier, kurang bergengsi, serta membutuhkan modal besar. Padahal, petani merupakan ujung tombak ketahanan pangan Indonesia. Jika pertanian terus didominasi oleh petani usia lanjut, regenerasi petani terancam dan ketahanan pangan dapat memasuki fase krisis. “Stigma petani dianggap profesi yang rendah, minim teknologi, dan pendapatannya tidak stabil. Lebih baik memilih pekerjaan yang pasti saja. Generasi muda juga lebih suka hidup modern,” ujar seorang mahasiswa pertanian.
Upaya pemerintah untuk menarik minat generasi muda tidak seharusnya hanya berfokus pada pelatihan. Program yang diberikan perlu mencakup stabilitas pendapatan, jaminan pasar, subsidi pupuk, serta penerapan teknologi modern yang membuat pertanian lebih efisien dan menarik.
Regenerasi petani yang tidak berjalan baik akan menjadi ancaman bagi masa depan pertanian Indonesia. Pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi menghapus stigma negatif agar profesi petani memiliki citra positif di mata generasi muda.
Editor: Meilan Triwahyuni
