Junk Food vs Real Food: Mahasiswa Dihadapkan Pilihan Menjaga Kesehatan dan Produktivitas

(sumber: dokumentasi pribadi)

Purwokerto – Mahasiswa di tengah kesibukan kuliah kerap menghadapi dilema dalam memilih makanan untuk mendukung aktivitas harian. Banyak mahasiswa memilih junk food karena dianggap lebih cepat, praktis, dan murah. Di sisi lain, pilihan real food atau makanan sehat membutuhkan waktu persiapan yang lebih panjang. Situasi ini tidak hanya soal selera dan kepraktisan, tetapi juga berdampak pada kesehatan jangka panjang.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makanan ultra-processed (UPF) seperti makanan cepat saji, camilan dalam kemasan, dan minuman manis berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit tidak menular, termasuk obesitas, hipertensi, diabetes tipe 2, dislipidemia, hingga kematian dini. Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi mahasiswa yang mengandalkan junk food sebagai sumber energi cepat di tengah kesibukan akademik.

Bagi mahasiswa, pola makan yang buruk bukan sekadar persoalan kenyamanan, melainkan juga investasi kesehatan jangka panjang. Konsumsi junk food berlebih berpotensi mengganggu stamina, konsentrasi, produktivitas belajar, serta kualitas hidup dalam jangka panjang. Kondisi ini mendorong pentingnya wawasan gizi dasar, agar mahasiswa mampu membedakan mana makanan yang mendukung tubuh dan mana yang memberi dampak negatif.

Untuk menjawab persoalan ini, sejumlah ahli gizi menyarankan mahasiswa mulai menerapkan keterampilan memilih makanan sehat, seperti membaca komposisi makanan, mengatur porsi, serta memilih makanan minim olahan (real food) buah, sayur, biji-bijian, protein segar, dan karbohidrat kompleks. Beberapa kantin kampus kini juga menyediakan menu sehat dengan harga terjangkau, sehingga mahasiswa memiliki pilihan yang lebih aman bagi tubuh.

Selain itu, keterampilan meal preparation (meal prep) mulai menjadi tren positif di kalangan mahasiswa. Dengan menyiapkan makanan dari kos atau mengatur menu mingguan, mahasiswa dapat menghemat waktu sekaligus menjaga pola makan tetap seimbang. Strategi ini juga mendorong kemandirian, kedisiplinan, dan kemampuan manajemen waktu.

Pada akhirnya, dengan pengaturan yang tepat, mahasiswa dapat menjaga kesehatan fisik dan mental tanpa harus mengorbankan waktu belajar atau produktivitas akademik. Perubahan kecil dalam kebiasaan makan dapat menjadi langkah besar menuju pola hidup yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Editor: Linta Nisa Rofiqoh

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *