Purwokerto — Novel Hujan karya Tere Liye kembali menarik perhatian pembaca setelah tema budaya yang diangkat dalam cerita tersebut dianggap semakin relevan dengan kehidupan masyarakat modern. Novel berlatar masa depan ini menggambarkan bagaimana manusia membangun budaya baru pascabencana besar, ketika kehidupan sosial berubah drastis dan teknologi menjadi pusat pengaturan hidup manusia.
Dalam cerita, masyarakat hidup melalui sistem zona, transportasi otomatis, serta fasilitas penyembuhan emosi yang terstruktur. Tatanan ini membentuk budaya modern yang menekankan ketertiban dan efisiensi, berbeda dengan budaya lama sebelum bencana, yang lebih hangat, natural, dan penuh kedekatan antarmanusia. Pergeseran inilah yang membuat novel ini dinilai kuat secara budaya karena mampu memotret bagaimana perubahan besar dapat menciptakan pola hidup baru yang memengaruhi cara manusia merasakan dan berhubungan satu sama lain.
Pembaca setia Tere Liye, Fathin (18), menyebut bahwa Hujan memberikan gambaran budaya yang sangat menyentuh. “Budaya baru dalam novel ini maju, serba diatur, tapi terasa sunyi. Saya justru merasa tersentuh karena budaya lama yang digambarkan kehangatan keluarga dan kebebasan merasakan emosi justru hilang setelah bencana. Itu relevan sekali dengan kondisi masyarakat sekarang,” ujarnya.
Menurut Fathin, simbol hujan yang digunakan dalam cerita juga memperlihatkan bahwa meski manusia hidup dalam sistem modern yang tertata, kebutuhan emosional tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya manusia. Banyak pembaca lain di komunitas sastra turut menilai bahwa novel ini berhasil memadukan imajinasi futuristik dengan kritik budaya yang dekat dengan realitas sosial.
Popularitas Hujan yang kembali meningkat menunjukkan bahwa karya sastra yang menyoroti perubahan budaya dan nilai kemanusiaan masih memiliki tempat kuat di hati pembaca. Novel ini menjadi pengingat bahwa budaya dapat berubah, tetapi kerinduan manusia terhadap kehangatan dan kedekatan tidak pernah hilang.
Editor:
