
Tradisi tahlilan, ritual doa bersama untuk mendoakan orang yang telah meninggal, kembali menjadi sorotan sebagai bagian penting kebudayaan Islam Nusantara. Meskipun sempat diperdebatkan secara teologis, tahlilan masih dipraktikkan secara luas di berbagai daerah di Indonesia, terutama dari kalangan Nahdliyin.
Menurut penelitian akademik, tahlilan mencerminkan akulturasi antara tradisi lokal dengan ajaran Islam. Bacaan Al-Qur’an, zikir, dan doa digabungkan dalam prosesi tahlilan, menjadikannya adat yang memiliki nilai keagamaan sekaligus sosial.
KH Said Aqil Siroj, dalam pidato kebudayaan PBNU, menyatakan bahwa tahlilan merupakan “gabungan kreatif antara budaya lokal dan ajaran Islam” yang memperkuat identitas keislaman tanpa menghilangkan tradisi adat.
Namun, tradisi ini tidak luput dari kritik. Sebagian ulama menganggapnya sebagai bid’ah karena tidak memiliki dalil langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Jurnal
Di sisi lain, para pendukung menilai tahlilan mengandung landasan normatif dari Al-Qur’an, hadis, dan tradisi keislaman lokal.
