(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Purwokerto – Pergeseran pola komunikasi digital semakin terlihat dalam dua tahun terakhir. Masyarakat kini lebih memilih mengirim voice note (VN) dibanding pesan teks, terutama dalam percakapan sehari-hari melalui WhatsApp, Telegram, hingga Instagram. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan kebiasaan, tetapi juga menandai hadirnya bentuk komunikasi digital yang semakin mendekati komunikasi lisan.
Tren ini juga muncul karena meningkatnya aktivitas multitasking. Pengguna lebih mudah merekam voice note saat sedang beraktivitas, misalnya berkendara, memasak, atau bekerja. Dalam situasi tertentu, merekam pesan suara dianggap lebih aman dan efisien daripada mengetik panjang lebar.
Namun, fenomena ini juga menimbulkan keluhan dari sebagian pengguna. Beberapa orang menyatakan bahwa voice note justru menyulitkan karena harus didengarkan dari awal untuk mengetahui isi pesan. Berbeda dengan teks yang bisa dipindai cepat, voice note membutuhkan waktu khusus untuk diputar dan dipahami. adanya fitur transkrip otomatis pada beberapa aplikasi dianggap sebagai langkah untuk menjembatani kebutuhan pengguna yang tidak sempat mendengarkan voice note. Meski begitu, fitur ini masih belum sempurna dan kerap salah menafsirkan kata terutama yang diucapkan dengan aksen daerah.
Salah satu pengguna media sosial, Zaeta, mengatakan bahwa ia lebih nyaman menggunakan voice note saat sedang terburu-buru. “Kalau lagi banyak kegiatan, rekam suara lebih cepat daripada ngetik. Tapi kadang aku juga malas dengar VN orang lain kalau panjang banget,” ujarnya Zaeta.
Fenomena meningkatnya popularitas voice note diperkirakan akan terus berkembang seiring meningkatnya budaya komunikasi digital yang serba cepat. Para ahli memprediksi bahwa ke depan, bentuk komunikasi digital akan semakin menggabungkan unsur visual, suara, dan teks dalam satu format percakapan.
