Ketika Bahasa Gaul Mendominasi: Urgensi Penguatan Nalar Linguistik Mahasiswa

Sumber : Poster Bahasa Gaul Mendominasi (Desain Canva Pribadi)

Purwokerto  Penggunaan bahasa nonformal yang masif di kalangan mahasiswa di seluruh Indonesia menimbulkan kekhawatiran akademik. Riset menunjukkan adanya kaitan antara penurunan disiplin berbahasa baku dengan kemampuan nalar logis. Hal yang didesak adalah penguatan nalar linguistik sebagai fondasi utama berpikir terstruktur. Dr. Ratna Sari, Kepala Pusat Kajian Bahasa Formal (PKBF) menegaskan bahwa bahasa baku bukan sekadar aturan, melainkan alat presisi untuk berpikir ilmiah.

Mengapa penguatan ini mendesak? Saat ini, kerangka berpikir mahasiswa terancam oleh struktur kalimat non-baku yang sering melompat-lompat dan tidak runtut. Pengetahuan dasarnya, bahasa baku melatih otak untuk berpikir logis dan presisi. Sebaliknya, pengabaian kaidah bahasa dapat melemahkan daya nalar saat berhadapan dengan konsep akademik yang kompleks.

Data riset di beberapa universitas menunjukkan adanya korelasi negatif antara tingkat penggunaan bahasa nonformal dalam penugasan formal dengan nilai mata kuliah metodologi penelitian. Mahasiswa yang konsisten menggunakan struktur kalimat baku cenderung memiliki kemampuan pemecahan masalah dan argumentasi yang lebih tinggi (skor rata-rata 15% lebih tinggi). Riset linguistik menegaskan bahwa kompleksitas sintaksis memiliki hubungan langsung dengan beban kognitif, yang berarti otak dilatih lebih keras untuk berpikir terstruktur.

Masalahnya bukan pada pelarangan ragam bahasa gaul, melainkan pada pemahaman fungsi bahasa. Bahasa baku adalah alat presisi yang krusial untuk komunikasi ilmiah, agar memastikan tidak adanya ambiguitas. Kemampuan mahasiswa dalam menguasai struktur linguistik akan memudahkan mereka menguasai struktur logika dalam berbagai bidang ilmu.

PKBF mendesak kampus untuk menjadikan pelatihan analisis struktural dan semantik bahasa sebagai dasar wajib bagi semua mahasiswa, terutama dalam penulisan laporan dan diskusi ilmiah.

Pendidikan bahasa harus dilihat sebagai investasi langsung pada kualitas berpikir. Oleh karena itu, dosen dan mahasiswa diajak untuk kembali mendisiplinkan diri dalam penggunaan bahasa formal di ruang akademik, demi memperkuat nalar logis dan kesiapan mereka menghadapi tantangan profesional di masa depan.

Editor : Najwa Rahmadani

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *