Purwokerto – Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar dalam kebiasaan masyarakat, yang kini lebih memilih mengakses berita melalui perangkat digital daripada media cetak. Fenomena ini, yang merupakan bagian dari Literasi Digital, terjadi karena kemudahan dan kecepatan informasi yang ditawarkan platform online.
Transisi ini menuntut pembaca untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang ekosistem digital. Pembaca harus memahami cara kerja konten berita di internet, termasuk mengenali headline yang dibuat untuk memancing klik (clickbait) dan menyadari bahwa informasi yang mereka terima sering diatur oleh sistem tertentu (algoritma).
Selain pengetahuan, keterampilan membaca kritis juga harus diasah. Membaca online memerlukan kemampuan untuk memilah sumber berita yang kredibel, serta cepat memproses teks yang singkat, gambar, dan video secara bersamaan. Kemampuan menganalisis bahasa yang kritis menjadi benteng pertahanan utama agar tidak mudah terjebak dalam informasi yang menyesatkan.
Namun, tantangan terbesar terletak pada etika digital. Kemudahan berbagi informasi seringkali memicu penyebaran kabar bohong (hoaks) dan ujaran kebencian. Dosen Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau, Julis Suriani (dalam publikasi tahun 2025), menegaskan bahwa Literasi Digital bukan hanya soal bisa pakai teknologi, tetapi juga tentang etika dan tanggung jawab dalam dunia maya. Dengan demikian, etika digital adalah fondasi agar kemudahan akses berita online tidak justru merusak interaksi sosial.
Melek Digital: Tantangan Etika dan Keterampilan Membaca Berita Online
