Puisi dalam Lagu: Kedalaman Bahasa “Sampai Jadi Debu” Karya Banda Neira

Purwokerto- Lagu “Sampai Jadi Debu”, adalah karya Banda Neira, group musik indie yang dibentuk oleh dua musisi, Ananda Badudu dan Rara Sekar telah menjadi salah satu karya musik Indonesia yang sering dibicarakan dalam konteks kesastraan. Dirilis pada 29 Januari 2016 melalui album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti, lagu ini tak hanya menandai perjalanan musik indie era 2010-an, tetapi juga menampilkan bagaimana lirik dapat bekerja layaknya puisi yang hidup dalam melodi.

Kekuatan sastra dalam lagu ini tampak jelas dalam pilihan diksi yang lembut namun sarat kedalaman makna. Baris “Selamanya, sampai kita tua, sampai jadi debu” membawa gagasan tentang keteguhan cinta sekaligus keterbatasan manusia di hadapan waktu. Penggunaan metafora “debu” sebagai simbol kefanaan menjadikan lirik ini bukan sekadar ungkapan romantis, melainkan refleksi eksistensial yang lazim ditemukan dalam karya sastra liris.

Pendekatan bahasa yang tenang, jernih, dan penuh kontemplasi membuat lagu ini sering diperlakukan layaknya teks sastra yang dibaca ulang. Banyak pendengar merenungkan setiap bait, mengutipnya sebagai ekspresi perasaan, bahkan membicarakan maknanya di berbagai ruang digital. Proses ini memperlihatkan bagaimana karya musik dapat menjalani fungsi yang sama seperti puisi: memantik tafsir, membuka ruang makna, dan menghubungkan pengalaman batin antarindividu.

Fenomena kembalinya popularitas lagu ini di platform digital beberapa tahun terakhir semakin menguatkan kedudukannya sebagai karya yang menyeberang batas medium. Meski Banda Neira telah bubar pada akhir 2016, lirik “Sampai Jadi Debu” terus mengalir melalui cover musisi muda, video interpretasi, hingga tagar yang berisi pembacaan ulang lirik. Kebertahanan ini mencerminkan kualitas sastra yang tidak terikat pada tren musik semata, melainkan bertumpu pada kekuatan bahasa.

Dari sudut pandang sastra, “Sampai Jadi Debu” memperlihatkan bahwa estetika kata dapat bertahan melalui berbagai medium, termasuk musik. Melodi dalam lagu ini berfungsi sebagai ruang resonansi bagi liriknya, memperkuat pengalaman emosional yang dihasilkan oleh kata-kata. Dengan demikian, lagu ini hadir tidak hanya sebagai komposisi musikal, tetapi juga sebagai teks sastra yang dibawakan melalui suara—sebuah bentuk puisi modern yang disampaikan melalui nada.

Keberhasilan “Sampai Jadi Debu” memasuki ranah sastra mempertegas bahwa literasi tidak hanya hidup di buku, tetapi juga mengalir melalui lagu. Karya ini menunjukkan bahwa sastra dapat hadir dalam bentuk apa pun selama di dalamnya terdapat kekuatan makna, ketepatan kata, dan kejujuran rasa. Dalam konteks itulah lagu ini berdiri: sebagai bukti bahwa musik dapat menjadi jembatan bagi sastra agar terus didengar, dirasakan, dan dikenang lintas generasi.

Editor: Mutiara Hapy Nur Hanifah

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *