Sumber Dokumentasi: SindoNews
Purwokerto—Sastrawan sekaligus sosiolog terkemuka, Okky Madasari, menjadi pembicara utama dalam Gelar Wicara Kalpasastra 2025 yang diselenggarakan oleh BEM Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta. Acara yang digelar di Gramedia Matraman pada Sabtu (29/11/2025) itu menghadirkan sesi berbagi pengalaman kreatif yang menginspirasi para mahasiswa dan penulis pemula.
Dalam paparannya, Okky menekankan bahwa proses berkarya tidak pernah instan. Ia mengenang kembali langkah awalnya ketika menulis novel perdana berjudul Entrok yang terbit pada 2010. Saat itu, ia masih berusia sekitar 25 tahun dan belum mengenal siapa pun di dunia penerbitan. “Saya menulis dan menyelesaikan novel pertama saya tanpa relasi, tanpa tahu kepada siapa saya harus berbicara. Itu keputusan besar yang mengubah banyak hal,” ujarnya.
Setelah naskah selesai, ia memberanikan diri mengirimkannya ke salah satu penerbit besar di Indonesia. Tanpa disangka, karyanya langsung diterima. Pengalaman itu, menurutnya, menunjukkan bahwa kualitas dan ketulusan dalam berkarya tetap menjadi penentu utama. “Kalau karya kita kuat, substansinya akan berbicara sendiri,” ungkapnya.
Okky juga menceritakan bagaimana ia menjaga konsistensi menulis. Bahkan sebelum novel pertamanya terbit, ia sudah mulai menggarap novel kedua. Kebiasaan itu berlanjut hingga kini, termasuk ketika ia menulis puluhan esai. “Tidak mungkin seseorang bisa menghasilkan 80 esai kalau tidak membiasakan diri menulis terus-menerus,” tuturnya.
Dalam diskusi tersebut, Okky turut menyinggung peran media sosial yang kini semakin mendominasi ruang publik. Meski demikian, ia meyakini bahwa sastra tetap memiliki tempat. Ia mencontohkan puisinya yang berjudul Telinga dan Mata yang justru viral di platform digital. Fenomena itu memperlihatkan bahwa karya sastra masih relevan dan dapat menjangkau pembaca baru melalui media modern.
Selain berbicara tentang proses kreatif, Okky juga menyinggung isu writer’s block, kondisi ketika penulis merasa buntu. Ia memberikan beberapa strategi untuk mengatasinya, seperti membaca, melakukan riset ringan, menonton film, berbincang dengan orang baru, hingga beristirahat sejenak. “Jangan memaksa diri ketika pikiran sedang berhenti. Anggap saja itu jeda untuk memanaskan kembali imajinasi,” katanya.
Ketua Pelaksana Kalpasastra 2025, Maritza Tabina Nurathifa, menjelaskan bahwa tema besar tahun ini, “Alinea: Jelajah Makna, Melintas Masa, Lewat Aksara!”, dipilih untuk menegaskan bahwa sastra bukan sekadar hiburan. Menurutnya, karya fiksi memiliki kekuatan sebagai medium kritik, baik sosial, politik, maupun budaya.
Selain sesi gelar wicara bersama Okky, rangkaian acara turut dimeriahkan oleh musikalisasi puisi, monolog, pameran karya, pembacaan puisi, hingga pertunjukan drama singkat. Maritza menambahkan bahwa Kalpasastra merupakan salah satu program kerja tahunan BEM Prodi Sastra Indonesia yang bertujuan memperkuat budaya literasi dan kreativitas mahasiswa.
