Tanpa Kursi, Tanpa Alas: Penonton Menyatu dengan ‘Matahari di Sebuah Jalan Kecil’ dalam Jagat Rasa 2025”

Sumber: Dokumen Pibadi

Lampu-lampu di luar Aula Bambang Lelono menyala lebih dulu daripada panggung di dalamnya. Di bawah langit sore, pameran foto Jagat Rasa 2025 dibuka sejak pukul 17.00, berjajar di koridor sebagai gerbang sunyi menuju dunia yang akan benar-benar hidup beberapa jam kemudian. Di sinilah penonton pertama kali diajak berhenti, membaca ekspresi di wajah-wajah yang terbingkai, sebelum kelak menyaksikan ekspresi yang sama meledak di atas panggung.

Begitu jarum jam merangkak mendekati pukul 18.00, arus pengunjung mulai mengalir perlahan, ke dalam aula. Tiket dan gawai yang menampilkan kode QR seketika bertransformasi menjadi langkah kaki yang berderet rapi. Mereka bergerak mencari posisi duduk, namun yang tersedia bukanlah kursi teater yang berjejer formal, melainkan ruang lesehan di hadapan panggung.

Di sini, batas resmi antara “penonton” dan “pemain” seolah dilebur, semua duduk berdampingan, berbagi lantai, menghirup udara yang sama, dan mungkin juga merasakan getaran kegugupan yang serupa.

Tepat menjelang pukul 19.30, ketika lampu perlahan diredupkan, Aula Bambang Lelono bermetamorfosis menjadi ruang komunal: sebuah lingkaran besar, di mana kisah-kisah akan dituturkan. Bukan dari panggung yang meninggi dan berjarak, melainkan dari sosok-sosok sebaya yang duduk dan berdiri, hanya berjarak beberapa jengkal dari pandangan mata.

Di atas lembar flyer promosi, “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” mungkin hanya tercantum sebagai salah satu pementasan, berurutan rapi dengan judul-judul lain yang telah dipersiapkan sejak awal semester. Namun, bagi para mahasiswa yang terlibat, naskah klasik ini dengan cepat bertransformasi menjadi ruang latihan empati yang mendalam.

Secara fisik, Aula Bambang Lelono jauh dari gambaran gang sempit dan pengap yang diidealkan Arifin C. Noer dalam dramanya. Namun, begitu lampu panggung meredup dan satu demi satu aktor muncul, aula itu bertransformasi menjadi “jalan kecil” yang lain: sebuah lorong tempat mahasiswa menghadapkan idealisme mereka pada realitas sosial yang tak selalu ramah.

Penonton menyaksikan tokoh-tokoh yang gelisah memperebutkan ruang hidup. Sementara itu, para pemain merasakan sendiri sesak napas saat berdialog tentang kesenjangan dan nasib, tepat di hadapan teman-temannya sendiri yang duduk di barisan audiens.

Bagi publik umum, Jagat Rasa 2025 mungkin hanya teridentifikasi sebagai acara seni tahunan dengan tiket yang terjangkau dan poster yang menarik. Namun, bagi mahasiswa PBI Unsoed angkatan 2023, ini adalah laboratorium nurani tempat mereka menguji sejauh mana teori sastra, analisis naskah, dan kajian drama yang dipelajari di kelas benar-benar mampu menyentuh denyut kehidupan. “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” menjadi poros tempat semua itu berputar mendorong mereka untuk tidak hanya memahami teks, tetapi juga menimbang keberpihakan, mendengar suara yang biasa diabaikan, dan pada akhirnya bertanya pelan kepada diri sendiri: di jalan kecil yang ramai hari ini, berdiri di pihak siapa mereka sebagai calon pendidik bahasa dan sastra.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *