Ketegangan di Ujung Jalan Kecil: Buruh Pabrik Tahu Grendeng dan Pemuda Lapar

pementasan jagat rasa (sumber: dokumentasi pribadi)

Purwokerto– Seorang pemuda kelaparan memicu ketegangan di ujung jalan kecil kawasan pabrik tahu Grendeng ketika kedapatan makan pecel tanpa mampu membayar kepada seorang simbok penjual pecel, Rabu sore. Kejadian tersebut disaksikan sejumlah buruh pabrik yang sedang beristirahat seusai bekerja dan membuat suasana di sekitar lapak simbok berubah tegang.

Tempat pecel milik simbok yang biasa menjadi tempat buruh menyantap makanan murah itu, awalnya ramai perbincangan tentang upah dan biaya hidup. Ketika simbok menagih pembayaran, pemuda berbaju lusuh itu mengaku tidak membawa uang dan berkata ingin mengambil dompetnya yang tertinggal di rumah. Pengakuan tersebut memicu kemarahan beberapa buruh yang menudingnya berniat menipu, mengingat mereka pernah dirugikan oleh kasus serupa.

Situasi semakin memanas ketika sebagian buruh mendesak agar pemuda itu memberikan jaminan berupa baju yang dipakainya, sementara simbok sendiri tampak bimbang antara rasa iba dan ketakutan kembali tertipu. Di tengah-tengah situasi memanas itu, seorang ibu kaya yang kebetulan lewat dan berhenti di dekat keramaian menanyakan apa yang terjadi, lalu memilih langsung melunasi pecel yang dimakan pemuda itu serta memberikan uang lebih untuk simbok.

Meski sudah dibayar, beberapa buruh masih melontarkan kata-kata sinis hingga seorang sopir angkot yang menunggu penumpang di tepi jalan turun tangan menengahi. Sopir angkot tersebut juga ikut mendesak pemuda itu untuk menyerahkan saja bajunya untuk jaminan, agar masalah ini bisa segera teratasi. Sambil memberikan nasihat kepada pemudah itu bahwa perlakuan yang dia lakukan sekarang akan sangat merugikannya.

Peristiwa di lapak pecel simbok itu memberi pesan moral bahwa perilaku menipu, sekecil apa pun, tidak dapat dibenarkan karena dapat menimbulkan polusi dan kerugian bagi orang lain. Menipu demi sesuap makanan justru dapat merusak kepercayaan, menyulitkan pelaku sendiri di kemudian hari, dan membuatnya semakin dijauhi oleh lingkungan.

Editor: Pinalia Jelita Cahyowati

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *