Pentas drama Jagat Rasa yang digelar mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) angkatan 2023 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman menjadi ruang pertemuan antara teori dan praktik. Diselenggarakan selama tiga hari, 10–12 Desember, di Aula Bambang Lelono FIB Unsoed, pementasan ini merupakan tugas akhir mata kuliah Penyutradaraan yang wajib disaksikan oleh mahasiswa lintas angkatan.
Dari tiga hari pementasan, hari ketiga menghadirkan lakon Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya yang dibawakan dengan pendekatan realisme magis dan sarkasme. Cerita yang mengangkat isu keluarga dalam konteks budaya kasta masyarakat Bali itu disajikan dengan penekanan kuat pada permainan aktor dan tata artistik panggung.
Sejak adegan awal, akting para pemeran langsung mencuri perhatian penonton. Ekspresi yang konsisten, penguasaan dialog, serta interaksi antartokoh tampak lebih matang dibandingkan pementasan hari sebelumnya. Tata artistik pun berperan penting dalam membangun suasana, mulai dari properti hingga riasan yang mendukung karakter dan latar sosial cerita.
Meski demikian, terdapat perubahan signifikan pada pengadaptasian naskah. Tokoh Ngurah yang dalam naskah asli merupakan tokoh laki-laki dan tunangan Nyoman diubah menjadi Ida Ayu, sahabat perempuan Nyoman. Perubahan ini memengaruhi dinamika relasi antartokoh dan menggeser kekuatan emosional cerita, sehingga sebagian konflik terasa berbeda dari versi teks aslinya.

Antusiasme penonton tetap tinggi sepanjang pertunjukan. Tawa kerap muncul di bagian-bagian sarkastik, sementara tepuk tangan meriah menutup pementasan. Respons tersebut menunjukkan keberhasilan pertunjukan dalam menjalin komunikasi dengan penonton, sekaligus menciptakan pengalaman teater yang hidup.
Sebagai tugas akhir mata kuliah Penyutradaraan, Jagat Rasa memperlihatkan proses pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada aktor di atas panggung, tetapi juga kerja kolektif di balik layar. Penyutradaraan, pengelolaan artistik, tata rias, properti, dan manajemen panggung tampak berjalan secara aktif dan terkoordinasi, mencerminkan praktik nyata dari teori yang dipelajari di kelas. Pentas ini menegaskan bahwa pembelajaran seni pertunjukan di lingkungan akademik tidak berhenti pada tataran konsep. Melalui panggung, mahasiswa belajar berkomunikasi, berkolaborasi, dan menerjemahkan gagasan menjadi peristiwa artistik yang dapat dinikmati publik. Jagat Rasa menjadi bukti bahwa ruang kelas dapat meluas hingga ke panggung, tempat proses belajar benar-benar menemukan wujudnya.
Editor: Maulina Azizah
