Edukasi Gizi Sejak Dini, Kunci Utama Pencegahan Stunting di Indonesia

Ananda Ayu Muliasari, S.Tr.Gz (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Purbalingga – Kasus stunting masih menjadi perhatian besar dalam upaya membangun generasi Indonesia yang sehat dan unggul. Ahli gizi Ananda Ayu Muliasari, S.Tr.Gz, menegaskan bahwa pencegahan stunting harus dimulai sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun, atau dikenal dengan periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Menurut Ananda, masa ini merupakan waktu paling krusial bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak. “Asupan gizi seimbang, terutama protein hewani, zat besi, dan mikronutrien lain, harus dipenuhi sejak dalam kandungan. Kekurangan gizi pada masa ini bisa berdampak permanen terhadap tumbuh kembang anak,” jelasnya.

Stunting hingga kini masih menjadi salah satu masalah gizi kronis di Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024, prevalensi stunting nasional tercatat sebesar 19,8%, menurun dari 21,5% pada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, angka ini masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia untuk mencapai target 18,8% pada tahun 2025.

Anak yang menderita stunting cenderung memiliki tinggi badan di bawah rata-rata, namun dampak sebenarnya jauh lebih serius, yaitu gangguan perkembangan otak dan kemampuan belajar yang menurun. Kesalahan umum yang sering dilakukan orang tua juga memperparah kondisi tersebut. “Banyak yang hanya memberikan nasi tanpa lauk bergizi. Padahal anak memerlukan sumber protein dari telur, ikan, atau daging untuk pertumbuhan yang optimal,” ujarnya. Ia menekankan bahwa MP-ASI harus memperhatikan keseimbangan gizi, bukan hanya jumlah makanan yang diberikan.

Selain itu, kelompok masyarakat yang paling berisiko memiliki anak stunting adalah ibu hamil dengan anemia, remaja putri bergizi buruk, dan keluarga berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, edukasi gizi perlu diberikan sejak dini, bahkan sebelum pernikahan. “Remaja putri harus dibekali pengetahuan gizi agar siap menjadi calon ibu yang sehat,” kata Ananda menambahkan.

Ia juga menyoroti pentingnya peran posyandu dan tenaga gizi lapangan dalam melakukan pemantauan tumbuh kembang anak. “Pemantauan tinggi dan berat badan secara rutin sangat penting untuk tanda-tanda awal stunting bisa segera diatasi,” tambahnya. Intervensi dini menjadi kunci utama agar dampak stunting tidak berlanjut hingga usia sekolah.

Selain faktor gizi, Ananda menilai pola asuh dan kondisi lingkungan juga berperan penting. Sanitasi buruk, air bersih yang terbatas, serta rendahnya kebersihan dapat memperburuk kedaan anak yang kekurangan gizi. “Kalau lingkungan tidak sehat, anak mudah sakit dan tidak bisa menyerap gizi dengan baik,” ungkapnya. Ia pun menegaskan bahwa stunting bukan hanya soal tinggi badan, melainkan menyangkut masa depan bangsa.

Editor : Nida Rahmawati

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *