Purwokerto – Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki peran penting dalam berbagai sektor pekerjaan, termasuk bidang perikanan dan kelautan yang memiliki tingkat risiko tinggi. Hal tersebut disampaikan oleh Abdul Malik Firdaus atau yang kerap disapa Malik, salah satu dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang juga merupakan ahli K3.
Malik menceritakan bahwa perjalanan kariernya di bidang K3 dimulai sejak tahun 2016 ketika bekerja sebagai manajer disebuah perusahaan kontraktor yang bergerak di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. “Awalnya saya bekerja di perusahaan kontraktor pada bidang K3, kemudian saya mengambil sertifikasi K3 sebagai syarat bekerja. Setelah itu, saya melanjutkan studi S2 dan menjadi asesor serta pemateri untuk materi-materi yang berkaitan dengan K3,” ungkapnya.
Motivasi Malik mendalami bidang K3 muncul karena bidang ini memiliki cakupan yang luas dan dibutuhkan di berbagai sektor. “Kesadaran K3 di Indonesia masih sangat rendah, padahal peluang kerjanya sangat besar. Dulu waktu kuliah di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, saya merasa peluangnya sedikit, jadi saya menambah skill dengan mengambil sertifikasi K3,” jelasnya.
Dalam dunia perikanan dan kelautan, penerapan K3 memiliki peran yang sangat penting. Bekerja di lingkungan perairan memiliki banyak risiko, baik dari faktor fisika, kimia, biologi, maupun ekologi. Kegiatan di tambak, kapal, atau di laut memiliki potensi bahaya yang perlu dikendalikan melalui penerapan K3.
Beberapa risiko kerja yang sering ditemui di bidang ini antara lain risiko terjatuh di area kerja, ancaman hewan buas seperti ular di wilayah tambak atau rawa, serta risiko biologis seperti bakteri dan virus yang dapat mengancam kesehatan pekerja. Namun, penerapan K3 di sektor perikanan Indonesia dinilai masih belum optimal. “Penerapannya masih belum maksimal. Penerapan K3 seharusnya berjalan beriringan dengan biosecurity, terutama dalam penanganan faktor risiko biologi dan virus,” jelasnya.
Lebih lanjut, Malik menyampaikan bahwa tantangan terbesar dalam penerapan K3 di lapangan adalah keterbatasan akses terhadap alat pelindung diri (APD) dan rendahnya pemahaman penggunaannya. Ia menilai perlu adanya dorongan dari pemerintah untuk memberikan sosialisasi dan kebijakan yang mendukung kesadaran penggunaan APD di kalangan nelayan dan pekerja tambak.
Selain itu, inovasi dalam teknologi juga menjadi salah satu solusi penting untuk meningkatkan keselamatan kerja di bidang perikanan. “Penggunaan teknologi seperti Recirculating Aquaculture System (RAS) dapat menjadi inovasi yang lebih aman dan efisien untuk meningkatkan keselamatan kerja di bidang perikanan,” tambahnya.
Sebagai seorang dosen, Malik juga menekankan pentingnya peran pendidikan dalam menumbuhkan budaya K3 sejak dini, terutama di kalangan mahasiswa. “Di laboratorium, mahasiswa diwajibkan memakai APD. Kalau tidak, mereka tidak boleh ikut praktikum. Begitu juga saat turun ke lapangan. Hal ini untuk membiasakan mereka memahami pentingnya keselamatan kerja,” ujarnya.
Di akhir wawancara, Malik menyampaikan pesan bagi mahasiswa dan para penggiat dunia perikanan agar lebih peduli terhadap keselamatan kerja. “Pemahaman tentang keselamatan kerja harus dimulai dari diri sendiri. Safety first! Keselamatan adalah prioritas utama agar bisa bekerja dengan aman, nyaman, dan produktif,” tutupnya.
Penerapan K3 bukan hanya menjadi tanggung jawab individu pekerja, tetapi juga seluruh elemen yang terlibat dalam sektor perikanan dan kelautan. Kesadaran akan pentingnya keselamatan kerja perlu terus ditumbuhkan melalui pendidikan, kebijakan yang berpihak pada keselamatan, serta inovasi teknologi yang mendukung terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat. Dengan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri, budaya “safety first” dapat benar-benar terwujud demi meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan para pekerja di sektor perikanan Indonesia.