
Banyumas, 8 Oktober 2025 – Di tengah arus modernisasi yang kian deras, masih ada sosok yang setia menjaga denyut kebudayaan lokal agar tidak lenyap ditelan waktu. Di Banyumas, Kusen Santoso Puji Irawan menjadi salah satu pelestari tradisi Macapat Babad Pasir Luhur, karya sastra lisan yang mengisahkan asal-usul daerah serta nilai-nilai luhur masyarakat setempat.
Kusen telah mengabdikan puluhan tahun hidupnya untuk memastikan tembang Jawa klasik ini tetap hidup. Baginya, macapat bukan sekadar tembang Jawa klasik, melainkan cara masyarakat mengenali jati diri, sejarah, dan nilai moral yang diwariskan oleh leluhur Banyumas.
“Dulu orang-orang menyampaikan ajaran hidup itu tidak lewat buku seperti sekarang, tetapi lewat tembang dan cerita,” ujarnya saat ditemui di Desa Cibun, Kecamatan Paseh, Banyumas. “Jadi macapat ini sebenarnya cara masyarakat dulu mengajarkan budi pekerti, kesopanan, dan mengenalkan asal-usul mereka.”
Namun di era digital, macapat semakin jarang didengar. Generasi muda lebih akrab dengan musik populer dan media sosial. Pelaku seni macapat pun kini didominasi kalangan usia lanjut. “Kalau tidak segera diajarkan lagi kepada anak-anak muda, bisa hilang begitu saja,” tutur Kusen. Karena itu, ia masih aktif memperkenalkan macapat dalam berbagai kegiatan budaya, sekolah, dan acara desa.
Dalam setiap kesempatan, Kusen tidak hanya mengajarkan cara menembang, tetapi juga makna di balik setiap bait. “Yang penting bukan hanya nadanya, tetapi isi ceritanya,” katanya. Menurutnya, dari tembang-tembang itu masyarakat dapat belajar tentang kejujuran, tanggung jawab, dan ketenangan batin, nilai yang kini mulai memudar.
Tradisi macapat juga memiliki kaitan erat dengan kegiatan adat dan spiritual masyarakat Banyumas. Biasanya dibawakan dalam acara syukuran panen, pindahan rumah, atau ritual desa sebagai bentuk rasa syukur dan doa keselamatan. “Budaya dan agama itu sejalan, tidak terpisah,” ujarnya.
Meski tantangan pelestarian budaya semakin besar, semangat Kusen tidak surut. Ia berharap generasi muda dapat mengenal dan bangga terhadap warisan leluhurnya. “Modern itu bagus, tapi jangan sampai kehilangan akar. Budaya bukan hal kuno, tetapi fondasi hidup,” pesannya.
Melalui ketekunan orang-orang seperti Kusen, Macapat Babad Pasir Luhur masih bernafas hingga kini. Tradisi ini bukan sekadar tembang masa lampau, melainkan cermin jati diri dan kebijaksanaan masyarakat Banyumas yang tetap hidup di tengah perubahan zaman.