BAHASA INDONESIA DI ERA DIGITAL: PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP BAHASA DAN KOMUNIKASI

Purwokerto — Bahasa Indonesia kini menghadapi arena pertarungan baru: ruang digital. Pergeseran pola komunikasi, yang semula didominasi interaksi tatap muka dan media cetak, kini beralih ke platform seperti WhatsApp, Instagram, X (Twitter), dan TikTok. Inti dari perubahan ini adalah munculnya bahasa gaul digital, singkatan yang kian menjamur, dan penggunaan emotikon/stiker yang mulai menggantikan ungakapn tulisan dan lisan

Kelompok yang paling terpengaruh oleh revolusi linguistik ini adalah Generasi Z dan Milenial, yang hampir seluruhnya hidup dan berinteraksi di dunia maya. Perubahan ini turut memengaruhi cara mereka memahami cara berbahasa.

Perubahan signifikan ini mulai terasa sejak adopsi smartphone dan media sosial populer di Indonesia. Alasan utama balik pergeseran ini adalah kebutuhan akan kecepatan komunikasi. Di dunia serba cepat, masyarakat cenderung memilih bahasa yang paling singkat dan ringkas (misalnya, “knp” untuk “kenapa”, “otw” untuk “on the way”)

Sumber : Google

Teknologi telah menjadikan Bahasa Indonesia jauh lebih fleksibel. Media sosial dan platform chat mendorong munculnya kreativitas baru dalam merangkai kata dan istilah. Bahasa tidak lagi kaku, melainkan menjadi alat yang disesuaikan dengan tren dan kebutuhan komunikasi cepat. Fleksibilitas ini juga membantu bahasa Indonesia menyerap istilah-istilah global dengan lebih cepat, meski seringkali dalam bentuk yang terdistorsi atau terindonesiakan secara spontan.

Pengaruh teknologi terhadap bahasa dan komunikasi bukanlah tantangan tetapi bisa menjadi upaya dalam peningkatan Literasi Digital dan Kesadaran Berbahasa. Menurut Paul Gilster kemampuan berbahasa merupakan bagian integral dari literasi digital, Meskipun fokus utamanya adalah kemampuan teknis dan kognitif dalam mengelola informasi digital, hal ini secara inheren berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam konteks baru. Paul Gilster juga menjelaskan Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan teknis menggunakan komputer, tetapi juga mencakup kemampuan fundamental membaca, menulis, dan berinteraksi secara efektif menggunakan teknologi digital. 

Pada akhirnya, arus deras teknologi digital adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Pengaruhnya pada Bahasa Indonesia harus dipandang sebagai sebuah evolusi, bukan kemunduran. Tantangan yang ada bukanlah terletak pada upaya melarang munculnya slang atau gaya bahasa baru yang kreatif, melainkan pada kemampuan kita untuk mengendalikan diri di tengah dinamika tersebut. Dengan kecakapan digital dan kesadaran berbahasa yang baik, setiap individu, terutama generasi muda, dituntut untuk mampu memilah dan memilih ragam bahasa yang tepat: kapan saatnya menjadi luwes di media sosial, dan kapan saatnya kembali berpegang teguh pada kaidah PUEBI/EBI dalam konteks formal. Hanya dengan kesadaran kritis inilah, kita dapat memastikan bahwa Bahasa Indonesia tetap hidup, dinamis, sekaligus terjaga martabatnya di tengah pusaran revolusi digital.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *