Salah satu warisan budaya Banyumas yang masih ada hingga saat ini yaitu tradisi begalan. Begalan merupakan salah satu prosesi upacara adat pernikahan khususnya Banyumas yang dimana tradisi ini hanya dilakukan apabila salah satu dari pasangan pengantin adalah anak sulung atau bungsu. Tradisi begalan identik dengan brenong kepang, yaitu pikulan yang berisi beragam peralatan rumah tangga dan biasanya terbuat dari bambu seperti iyan, kukusan, pisau/golok, ciri & mutu, tampah, saringan, kendi, padi, tebu, sapu lidi.
Dalam pelaksanaannya, tradisi begalan dimulai dengan munculnya 2 orang yang berperan sebagai Gunareka dan Rekaguna, kemudian mereka beradegan seolah terjadi pembegalan. Rekaguna menghadang Gunareka yang membawa pikulan dan menanyakan perihal apa saja yang dibawa oleh Gunareka, lalu Gunareka pun menjawab peralatan yang dibawanya dengan menyebutkan makna dari peralatan tersebut. Kemudian, Rekaguna membuat sebuah tantangan dan keduanya mengadakan tarian peperangan singkat. Akhirnya Gunareka kalah dan pikulan pun jatuh, pada saat pikulan jatuh warga sekitar yang menyaksikan begalan ini dapat berebut peralatan rumah tangga tersebut.
Tidak hanya sekadar sebuah prosesi adat saja namun, tradisi begalan ini juga memiliki makna filosofis tersendiri. Seperti Pikulan yang dipikul oleh Gunareka memiliki makna akan keseimbangan dan tanggung jawab yang perlu dijalin oleh pasangan pengantin ke dalam kehidupan berumah tangga. Terlebih lagi, tradisi begalan juga mengandung pesan tentang kesiapan mental dan fisik dalam memasuki kehidupan baru sebapai pasangan suami istri. Melalui brenong kepang yang ada di pikulan, pasangan pengantin diingatkan bahwa mereka harus siap menghadapi beragam tantangan kehidupan yang perlu dilewati.