Pondok pesantren di Indonesia dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menanamkan nilai-nilai agama dan kedisiplinan. Salah satu metode yang sering diterapkan di beberapa pondok pesantren adalah hukuman berdiri dengan membaca Al-Qur’an di lapangan bagi santri yang melanggar aturan tidak sholat berjamaah. Tradisi ini telah menjadi bagian dari budaya pesantren yang bertujuan untuk membentuk karakter santri yang lebih disiplin, tangguh, dan bertanggung jawab.
Hukuman merupakan Pembinaan dan Pengajaran
Penerapan hukuman berdiri di lapangan bukan semata-mata bentuk hukuman fisik, melainkan bagian dari pendekatan pendidikan untuk mengajarkan pentingnya disiplin. Dalam kehidupan di pondok pesantren, aturan-aturan ketat diterapkan untuk membentuk pribadi santri yang mandiri, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab. Ketidakpatuhan terhadap aturan, seperti terlambat datang ke masjid, tidak sholat berjamaah, atau bahkan sholat di kamar, sering kali dikenakan sanksi berupa berdiri sambil membaca Al-Qur’an di lapangan. Lama waktu berdiri ditentukan berdasarkan jumlah poin pelanggaran yang diperoleh. Sebagai contoh, melanggar aturan tidak sholat berjamaah satu kali dikenakan sanksi satu poin, dan hukuman untuk satu poin adalah 15 menit berdiri di lapangan, yang dilaksanakan setiap hari Jumat pagi.
Menurut pengasuh pesantren, hukuman ini tidak dimaksudkan untuk menghukum secara berlebihan, melainkan sebagai cara mendisiplinkan santri dan mengingatkan mereka tentang pentingnya menaati peraturan yang berlaku. “Hukuman berdiri di lapangan adalah salah satu bentuk pembinaan. Selain melatih santri untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama juga dapat menyehatkan badan terkena sinar matahari pagi.”
Respons Santri Terhadap Hukuman
Banyak santri yang menganggap hukuman ini sebagai bagian dari proses pembelajaran. Bagi mereka, berdiri di lapangan mengajarkan ketangguhan dan rasa hormat terhadap aturan. “Awalnya berat, tapi setelah beberapa kali, saya menyadari bahwa ini demi kebaikan saya juga. Saya jadi lebih disiplin dan jarang melanggar aturan,” kata Lilis, salah satu santri yang pernah menjalani hukuman berdiri di lapangan.
Namun, di sisi lain, ada juga santri yang merasa hukuman fisik seperti ini kurang efektif, karena tidak semua santri sadar akan kesalahannya dan kemudian mengulang kesalahan yang sama. Meskipun demikian, mereka tetap memahami bahwa setiap pesantren memiliki metode pembinaan yang berbeda-beda.
Pengaruh Terhadap Pembentukan Karakter
Hukuman berdiri di lapangan, meskipun terlihat sederhana, ternyata membawa dampak positif terhadap pembentukan karakter santri. Mereka menjadi lebih taat terhadap aturan, menjaga kedisiplinan, serta lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar. “Selain menanamkan rasa disiplin, hukuman ini juga mengajarkan kesabaran dan ketekunan,” tambah seorang pengurus pesantren.
Dalam konteks pendidikan, budaya hukuman di pondok pesantren seperti berdiri di lapangan menunjukkan bagaimana pendekatan yang tegas namun tetap dalam batas wajar dapat membentuk karakter santri yang kuat. Meskipun mungkin ada perbedaan pendapat tentang metode ini, tujuannya tetap sama: mencetak generasi yang berakhlak, berdisiplin, dan siap menghadapi tantangan hidup.