Fenomena Paksel, yaitu perpaduan Bahasa Ngapak dan Jaksel muncul sebagai identitas baru di tengah pesatnya perkembangan bahasa gaul anak muda. Bahasa ini tidak hanya menjadi tren di media sosial seperti TikTok, tetapi juga menunjukkan bagaimana budaya daerah dan kota bertemu dan berbaur dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Ngapak yang umumnya dikenal sebagai dialek dari wilayah Banyumas dan sekitarnya sering kali dianggap “Ndeso” oleh sebagian masyarakat perkotaan. Sebaliknya, bahasa Jaksel atau Jakarta Selatan adalah fenomena yang mencirikan penggunaan kata-kata slang berbahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari.
Paksel bermula dari rasa bangga terhadap budaya daerah dan keinginan untuk tampil modern. Bahasa ini digunakan oleh penggunanya yang sebagian besar anak muda untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki identitas lokal mereka meskipun tinggal di kota-kota modern. Kalimat seperti “Gamau, ah by ah di depan, gua tuh sikile kepidek pidek.” Menggabungkan aksen Ngapak yang khas Jaksel dengan bahasa santai Paksel. Paksel tidak akan dikenal secara luas tanpa kehadiran media sosial, terutama TikTok. Melalui platform ini, para kreator konten dengan cerdas memadukan tren, humor, dan aksen lokal. Salah satu kreator TikTok yang mempopulerkan fenomena ini adalah Raply Paksel yang sering membuat video lucu menggunakan bahasa Ngapak dengan gaya anak Jaksel.
Video-video Raply yang sering disertai narasi humor ringan telah menjadi viral dan menghibur banyak orang. Konten-konten Paksel yang dibuat oleh Raply telah memiliki jutaan penonton. Hal ini bukan hanya berpengaruh pada tren media sosial tetapi juga mengubah cara pandang seseorang pada identitas bahasa. Bahasa Ngapak yang awalnya dianggap “Ndeso” bagi sebagian kalangan malah berubah menjadi sebuah tren dan kebanggaan. Paksel telah menginspirasi generasi muda untuk lebih bangga pada akar budaya mereka sekaligus beradaptasi dengan dunia modern.