Belakangan ini, di kalangan anak muda Indonesia muncul istilah “kalcer” yang kerap terdengar di media sosial seperti Twitter, TikTok, dan Instagram. Istilah ini digunakan untuk menunjuk bahwa sesuatu seperti gaya berpakaian, makanan hits, playlist lagu, atau kebiasaan sosial sedang tren, kekinian, dan banyak diikuti. Misalnya, seseorang bisa berkata, “Outfit lu kalcer banget,” atau “Belum nyobain kopi ini? Kurang kalcer, lu”.
Istilah “kalcer” berasal dari kata bahasa Inggris culture (budaya) yang diadaptasi pengucapannya ke dalam bahasa gaul menjadi kal-cer. Dalam penjelasan redaksi, kalcer merujuk pada tren atau gaya hidup yang sedang menjadi sorotan dan dianggap bagian dari “budaya” anak muda masa kini.
Kata yang kini identik dengan anak muda itu diperkirakan mulai muncul sekitar 2016–2017, lalu melejit pada 2020 bersamaan dengan maraknya budaya media sosial dan tren bersepeda selama pandemi, sebagaimana dicatat Tirto dan IDN Times. Sejak saat itu, “kalcer” berkembang menjadi penanda seseorang yang mengikuti arus budaya populer dan estetika tren kekinian.
Meski istilah ini tampak ringan, ada sisi penting yang perlu dicermati. Anggapan bahwa kalcer hanya berarti “ikut-ikutan” bisa jadi terlalu menyederhanakan makna. Kata ini tidak sekadar menandai perilaku mengikut tren, tetapi juga menunjukkan identitas sosial bahwa seseorang ingin berada dalam lingkaran yang terkini atau setidaknya ingin dianggap demikian. Di sisi lain, muncul kritik bahwa penggunaan istilah seperti ini dapat memperkuat tekanan sosial untuk selalu terlihat “in”, yang bisa menimbulkan rasa kurang percaya diri ketika seseorang dianggap “kurang kalcer”.
Dari sudut pandang linguistik, fenomena kalcer mencerminkan bagaimana bahasa gaul Indonesia menyerap unsur bahasa Inggris, memodifikasi pengucapan, dan menyesuaikan maknanya dalam konteks sosial-budaya lokal. Namun, kemunculan istilah tersebut belum tentu akan bertahan lama. Seperti banyak istilah gaul lainnya, keberlanjutan kalcer bergantung pada seberapa sering digunakan dan sejauh mana relevansinya bagi generasi berikutnya.
Dengan demikian, istilah kalcer memberi gambaran bagaimana generasi muda Indonesia mengekspresikan diri mereka melalui bahasa, bukan hanya untuk menyampaikan makna literal, tetapi juga untuk menegaskan bahwa mereka kekinian, terhubung dengan tren, dan bagian dari budaya digital yang terus bergerak.
Editor: Azmi Revania Amanda
