Masyarakat Jawa memiliki tradisi unik dalam memperingati momen kelahiran bayi yang sarat makna dan nilai budaya. Tradisi ini tidak hanya mencerminkan kegembiraan atas hadirnya anggota baru dalam keluarga, tetapi juga menunjukkan kolaborasi budaya asli dengan ajaran Islam yang diwariskan sejak zaman Walisongo.
Salah satu tradisi yang paling terkenal adalah “mitoni” atau selamatan tujuh bulanan. Tradisi ini dilakukan saat usia kehamilan memasuki tujuh bulan. Mitoni diyakini sebagai upacara syukur sekaligus doa untuk keselamatan ibu dan bayi hingga proses persalinan nanti. Acara ini biasanya diisi dengan ritual khas seperti siraman, doa-doa, dan pemberian sesajen berupa makanan tradisional.
Setelah bayi lahir, keluarga Jawa juga mengadakan syukuran kelahiran yang biasanya bersamaan dengan prosesi pemberian nama. Acara ini dikenal dengan istilah selapanan atau aqiqah. Dalam acara ini, kambing disembelih sesuai syariat Islam untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah. Namun, ritual ini tetap dipadukan dengan unsur budaya lokal, seperti pembagian nasi berkat kepada tetangga dan keluarga besar.
Mengapa tradisi ini begitu khas di Jawa?Tradisi semacam ini muncul sebagai hasil dari kolaborasi budaya Hindu-Buddha dengan ajaran Islam yang dibawa para wali. Para ulama zaman dahulu menggunakan pendekatan budaya untuk menyebarkan Islam di Jawa. Mereka tidak serta-merta mengganti tradisi lama, melainkan memodifikasinya agar selaras dengan nilai-nilai Islam. Misalnya, sesajen yang dulu berfungsi untuk memohon berkah kepada dewa kini diganti dengan doa kepada Allah.
Tak berhenti di situ, setelah kelahiran, masyarakat Jawa juga mengadakan berbagai ritual lain seperti puputan (merayakan lepasnya tali pusar bayi) dan tedak siten (upacara pertama kali bayi menginjak tanah). Semua ritual ini memiliki pesan moral dan spiritual yang mendalam, mulai dari harapan keselamatan hingga pengingat untuk senantiasa bersyukur atas karunia Tuhan.
Tradisi-tradisi ini terus dilaksanakan hingga sekarang, bukan hanya karena alasan religius, tetapi juga sebagai bentuk pelestarian budaya yang mempererat hubungan sosial masyarakat. Di tengah modernisasi, tradisi ini tetap bertahan karena mengandung nilai-nilai universal seperti rasa syukur, doa, dan gotong-royong.
Tradisi bayi di Jawa adalah bukti nyata bagaimana kolaborasi budaya dan agama bisa melahirkan harmoni yang lestari. Meski zaman terus berubah, tradisi ini tetap menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Jawa, mengingatkan kita untuk menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur.