Tradisi Perlon Unggahan Menjelang Bulan Ramadan: Masyarakat Bonokeling Berjalan Puluhan Kilometer Tanpa Alas Kaki

#budaya #perlonunggahan #bonokeling #pekuncen

Masyarakat Bonokeling saat memasak di Perlon Unggahan, Jumat (8/3/2024). (Instagram.com/instajatilawang)

 

Pekuncen– Menjelang Bulan Suci Ramadan. Masyarakat Adat Bonokeling di Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas menggelar Tradisi Perlon Unggahan.

Apa sih Perlon Unggahan itu?

Perlon Unggahan menurut masyarakat sekitar merupakan ajang silaturahmi terhadap sesama masyarakat khususnya masyarakat Bonokeling. Silaturahmi yang dimaksud yaitu bagaimana masyarakat melakukan prosesi membersihkan diri menjelang bulan Ramadan.

Jumat (8/3/2024), para perempuan anak cucu Bonokeling antre berjalan menuju ke lokasi kompleks pemakaman kyai Bonokeling. Mereka berjalan ke makam Bonokeling tanpa alas kaki dengan menjinjing ‘Ambeng’. Mereka akan berjalan hingga puluhan kilometer dari Cilacap sampai ke Pekuncen.

Ritual jalan tanpa alas kaki masyarakat Bonokeling di Jatilawang, Jumat (8/3/2024). (Instagram.com/instajatilawang)

Mengutip dari serayunews.com, makam kyai Bonokeling masih asri, dengan pepohonan tua yang rimbun dan cungkup makam yang khas. Anak cucu Bonokeling telah menggelar serangkaian kegiatan, sepekan menjelang Puasa Ramadan 2024 ini.

Ketua masyarakat adat Bonokeling, Sumitro mengatakan, perlon unggahan adalah sebuah tradisi yang digelar sepekan sebelum bulan Ramadan oleh warga desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Tradisi unggahan yang dilangsungkan oleh masyarakat adat Bonokeling di Jatilawang. (wikipedia.org)

Perlon unggahan dimulai dari mengunjungi makam Bonokeling tanpa alas kaki, dengan menjinjing ‘Ambeng’. Para perempuan hanya mengenakan kain kemben yuang dengan lengan terbuka. Mereka mengenakan selendok kain putih. Selama berjalan ke makam Kyai Bonokeling tersebut mereka akan membisu dan dipimpin terlebih dulu oleh sang juru kunci yang akan memimpin awal perjalanan menuju lokasi pemakaman sesepuh atau leluhurnya tersebut.

Mengutip dari serayunews.com, di makam Bonokeling tersebut, enam kasepuhan berziarah dan berdoa dengan khusyuk. Kasepuhan tersebut terdiri dari Kasepuhan Kyai Mejasari, Kyai Padawirja, Kyai Wiryatpada, Kyai Padawitama, Kyai Wangsapada dan Kyai Naya Leksana.

Selain itu, sedari pagi, masyarakat Bonokeling juga mempersiapkan makan besar. Sumitro menyampaikan, pada Perlon Unggahan tahun ini, terdapat 25 kambing dan sekitar 30-40an ayam dipotong. Bapak-bapak dan anak muda desa setempat mempersiapkan makan besar dengan kerjasama dan penuh kesakralan. “Pada tahun ini kami menyembelih 25 kambing dan 30-40 ayam jantan,” ujarnya Jumat (8/3/2024).

Tradisi ini dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan. Ini sudah dilakukan secara turun temurun. Nantinya mereka akan mengadakan makan besar yang diramaikan oleh warga sekitar, pada malamnya. Tersedia berbagai macam makanan tradisional, namun yang pasti harus ada adalah nasi bungkus dan sayur becek (berkuah). Sayur becek itu merupakan gulai kambing yang mereka olah dan sajikan bersama-sama. Para lelaki dewasa desa setempat yang mempersiapkan makan besar. Setelah itu, biasanya para warga akan berebut makanan tersebut dengan mitos dapat menambah keberkahan di bulan Ramadan.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *