
Purwokerto-Lampu panggung perlahan meredup, meninggalkan keheningan dalam gedung pertunjukan. Saat cahaya kembali menyala, penonton diajak memasuki sebuah tempat di desa, berisi kehidupan sederhana berlangsung dengan segala interaksi dan persoalannya. Dari lesehan penonton, suasana terasa akrab, seolah cerita yang akan disajikan bukan sesuatu yang jauh dari keseharian.
Drama berjudul Matahari di Sebuah Jalan Kecil dalam pagelaran Jagat Rasa, menghadirkan latar sebuah desa dengan pabrik tahu sebagai pusat aktivitas. Adegan dibuka dengan para pekerja pabrik yang berangkat pagi hari dan bercakap tentang isu. Ya, menyinggung soal pemerintah dan praktik korupsi, menjadi awal cerita yang memotret realitas sosial.
Kemudian adegan dilanjut dengan para pekerja yang sarapan pecel yang dijajakan oleh seorang wanita tua yang akrab dipanggil “Mbok”. Dialog disampaikan dengan bahasa sehari-hari yang ringan dan diselingi humor, membuat suasana pertunjukan terasa hidup. Tawa penonton pun terdengar, terutama pada bagian-bagian komedi dengan bahasa familiar. Konflik kemudian muncul ketika seorang pemuda makan pecel tanpa membawa uang. Alasan dompet yang tertinggal di rumah menimbulkan perdebatan panjang antara pemuda tersebut dan para pekerja pabrik. Salah satu adegan yang paling berkesan adalah saat seorang sopir menasihati tokoh pemuda. Adegan ini sederhana, tetapi terasa kuat. Cara penyampaian dialog, suara lantang, dan ekspresi aktor terlihat alami.
Situasi semakin memuncak ketika seorang perempuan berniat membantu membayarkan pecel, namun justru ditolak. Para pekerja bersikeras agar pemuda itu bertanggung jawab atas tindakannya. Setelah perdebatan, pemuda tersebut menyerahkan bajunya sebagai jaminan. Namun, rasa iba membuat Mbok luluh dan mengembalikan baju tersebut setelah mendengar cerita dan permohonan si pemuda. Adegan ini menghadirkan keharuan dan penasaran dari sudut pandang penonton.
Konflik berlanjut ke hari berikutnya ketika salah satu warga kehilangan barang kerena dicuri. Fakta mengejutkan terungkap, pelaku pencurian adalah pemuda yang sebelumnya tidak membayar pecel. Bahkan, ia diketahui pernah melakukan pencurian di pasar sebelah. Pengungkapan ini menjadi pukulan emosi dan amarah, terutama bagi Mbok yang merasa tertipu oleh rasa percaya dan ketulusannya. Cerita ditutup dengan akhir terbuka, membuat penonton bertanya-tanya dan memikirkan kembali perjalanan tokoh pemuda tersebut. Akhir terbuka menjadi daya tarik karena memberi ruang untuk menafsirkan cerita secara bebas.
Mahza, salah satu penonton, menilai bahwa suasana pertunjukan terasa menyenangkan dan memuat makna yang mendalam. “Layout panggung bagus, suara soundtrack juga pas, dan rasanya seperti menyelesaikan perjalanan kehidupan yang singkat tapi bermakna.” ujarnya. Cerita yang ditampilkan menggambarkan kehidupan yang tidak lepas dari berbagai peristiwa, termasuk penipuan.
Melalui pengalaman menonton, Matahari di Sebuah Jalan Kecil tidak hanya menjadi tontonan yang menghibur, tetapi juga ruang refleksi tentang kehidupan yang sederhana, dekat, dan penuh cerita.
