Bangku kayu tua di sudut panggung menjadi saksi percakapan getir tentang hidup, berpadu dengan semburat cahaya kekuningan yang menempel di dinding bata buatan. Malam itu, panggung sederhana berubah menjadi ruang pengakuan, tempat manusia-manusia kecil menyuarakan keresahan mereka. Suasana inilah yang tercipta dalam pementasan drama “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noer yang dipersembahkan oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2023 dalam kegiatan bertajuk Jagat Rasa.
Sejak adegan awal, tokoh-tokoh tampil dengan ekspresi yang kuat dan meyakinkan, selaras dengan peran yang dibawakan. Gerak tubuh mereka mengalir alami, merepresentasikan kehidupan sehari-hari masyarakat kecil sebagai buruh pabrik, penjaga keamanan, mbok penjual pecel yang akrab dengan kesederhanaan.

Pementasan ini mengisahkan kehidupan masyarakat pinggiran yang terjebak dalam kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Tokoh-tokohnya bukan figur heroik, melainkan orang-orang biasa yang duduk di bangku kayu, berbagi makanan seadanya, dan berbincang tentang hari esok yang tak pasti. Dalam beberapa adegan, tokoh-tokoh perempuan tampak memegang pincuk daun berisi makanan sederhana, menghadirkan detail yang dekat dengan kehidupan nyata dan menyentuh sisi kemanusiaan penonton.
Judul “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” terasa relevan sepanjang pementasan. Matahari dihadirkan sebagai simbol harapan yang selalu ada, tetapi sering kali terasa jauh dari jangkauan mereka yang hidup di bawah tekanan ekonomi dan sosial. Meski demikian, pementasan ini menunjukkan bahwa harapan tidak pernah benar-benar padam. Ia hadir dalam keteguhan para tokohnya untuk bertahan, dalam kerja keras, dan dalam keheningan yang sarat makna.
Melalui Jagat Rasa, mahasiswa PBI Unsoed angkatan 2023 tidak hanya menghadirkan sebuah pertunjukan seni, tetapi juga membuka ruang refleksi sosial. Drama ini memperlihatkan bahwa sastra dan teater mampu menjadi medium kritik sosial yang halus namun mengena. Ketimpangan dan ketidakadilan justru terasa lebih kuat ketika disampaikan melalui kisah manusia-manusia kecil yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Ketika lampu panggung akhirnya padam dan tepuk tangan menggema, cerita tentang kehidupan di jalan kecil itu tidak serta-merta berakhir. Pementasan ini meninggalkan jejak perenungan tentang kehidupan, tentang ketidakadilan, dan tentang harapan yang terus menyala, bahkan di ruang hidup yang paling sempit sekalipun.
Editor: Aisyananda Salsabila
