Selembar Koran, Sejuta Kesabaran: Kisah Sunyi di Balik Pameran Jagat Rasa FIB Unsoed

Dokumentasi Pribadi Tafana Khairunisa: Foto Story Karya Khiza Alfita Dwi Azizah Kelompok 18.

Purwokerto – Senja perlahan merayap di atas atap Aula Bambang Lelono, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unsoed. Di teras yang mulai diselimuti cahaya keemasan sore, pengunjung Jagat Rasa tampak menikmati pameran fotografi yang terpasang. Di tengah keramaian santai itu, ada satu rangkaian foto yang menciptakan jeda sunyi, menarik setiap mata keluar dari batas-batas kampus.

Itulah “Selembar Koran Kesabaran”, sebuah foto story yang digarap oleh Khiza Alfita Dwi Azizah dari Kelompok 18. Karya yang memilih tema “Perjuangan Tanpa Seragam” ini tidak berbicara tentang keindahan alam, melainkan tentang keteguhan manusia.

Foto-foto tersebut menarik napas kita, membawanya melintasi gerbang kampus, menembus panasnya Jalan Jenderal Gatot Subroto, Kebondalem. Di sana, di pinggir jalan yang tak pernah sepi dari raungan knalpot dan deru angkot berwarna terang, seorang pria paruh baya berdiri. Posturnya tegak, meski topi usangnya tampak lelah menahan terik matahari.

Ia bukan penjaga toko, bukan pula petugas resmi. Ia adalah penjual koran, seseorang yang menjalani peran paling jujur dan paling sederhana, yakni menanti. Kesabarannya begitu nyata terekam oleh lensa Khiza. Ia sabar menunggu lampu merah menyala. Sabar menanti jemari yang turun dari balik jendela mobil yang mungkin ber-AC.

Dalam rangkaian foto itu, kita bisa melihat perjuangannya yang sunyi. Setiap lipatan koran yang ia tawarkan bukan sekadar lembaran berita politik atau kriminal; itu adalah sepotong harapan untuk dapur di rumahnya. Khiza berhasil menangkap esensi: fase dewasa awal yang dijalani dengan keringat, bukan dengan seragam.

Kita sering menganggap remeh uang receh atau makanan ringan yang dibeli di pinggir jalan. Tapi di balik semua itu, ada etika kerja keras yang tulus. Ada cerita tentang seorang kepala keluarga yang gigih. Itu adalah wawasan kemanusiaan yang sering kita abaikan karena terlalu sibuk dengan tujuan masing-masing.

Di bawah bingkai foto itu, sebuah deskripsi pendek seolah menjadi bisikan dari sang fotografer: “Momen ini mengingatkan bahwa setiap lembar yang ia jual bukan sekadar koran, tetapi bagian dari usaha untuk menghidupi hari-harinya. Menjadi pengingat bahwa di balik makanan ringan yang sering dianggap sederhana, ada kerja keras dan perjuangan yang jarang terlihat.”

Maka, saat pengunjung meninggalkan Teras Bambang Lelono sore itu, karya Khiza ini tidak hanya meninggalkan kesan visual, tetapi juga refleksi yang mendalam. Ia adalah pengingat nyata bahwa skill terbaik seorang jurnalis atau seniman adalah kemampuan untuk melihat dan menceritakan perjuangan yang tidak glamor. Kisah paling penting dalam hidup seringkali ditemukan bukan di tengah sorak-sorai, melainkan di tepi jalan, dalam keheningan sebuah penantian yang penuh martabat.

Editor: Rafa Nasifa Rahmah

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *