Kasus Diabetes Mellitus Terus Meningkat, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Ingatkan Pentingnya Pola Hidup Sehat

dr. Indra Setya Permana, Sp.Pd., MMR, FINASIM (Sumber: Dokumentasi pribadi narasumber)

Cilacap- Dalam dunia medis, penyakit dalam merupakan salah satu cabang kedokteran yang berfokus pada diagnosis dan penanganan berbagai gangguan kesehatan pada organ dan sistem tubuh manusia bagian dalam. Bidang ini menangani berbagai keluhan yang sering kali tidak tampak secara fisik, namun berdampak besar terhadap fungsi organ vital manusia.

Dalam bidang penyakit dalam, terdapat 12 subspesialis, yaitu ginjal-hipertensi, paru, Kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), Reumatologi (sendi dan asam urat tinggi), Tropik-infeksi (HIV/AIDS dan lupus), Onkologi (kanker), Gastroenterologi-hepatologi (lambung, mag, dan usus, Psikosomatik (gangguan cemas, tidur, dan depresi), Geriatri (masalah kesehatan pada lanjut usia), Pulmonologi (sistem pernapasan), Endokrin-metablok-diebetes, serta Alergi-Immunologi.  

Dari berbagai subspesialis tersebut, terdapat satu subspesialis yang menjadi perhatian utama karena banyak dijumpai dalam praktik klinis, yaitu Endokrin-metablok-diebetes atau yang lebih dikenal dengan penyakit diabetes mellitus.

Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Indra Setya Permana, Sp.Pd., MMR., FINASIM., menjelaskan bahwa diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan produksi insulin atau ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif sehingga kadar gula dalam darah meningkat. “Penyakit ini juga dikenal dengan sebutan kencing manis, karena urine penderita mengandung gula dan bisa menarik semut,” ungkap Indra.

Menurut Indra, terdapat lima jenis diabetes mellitus yang perlu diketahui masyarakat, yaitu:
1. Diabetes tipe 1, umumnya terjadi pada anak-anak akibat gangguan autoimun yang merusak sel penghasil insulin di pankreas.
2. Diabetes tipe 2, paling banyak dijumpai di Indonesia, terutama pada kelompok usia di atas 35 tahun.
3. Diabetes tipe 3, terjadi akibat pengobatan atau penyakit lain.
4. Diabetes tipe 4 (gestasional), dialami oleh ibu hamil akibat perubahan hormon selama masa kehamilan yang mengganggu kerja insulin.
5. Diabetes tipe 5, baru diidentifikasi pada tahun 2025 yang disebabkan oleh kekurangan nutrisi dan pola makan yang buruk.

Selain itu, terdapat juga istilah diabetes basah dan kering yang bukan termasuk tipe diabetes, melainkan merujuk pada kondisi luka penderita. “Jika lukanya basah dan sulit sembuh disebut diabetes basah, sedangkan jika lukanya sudah mengering maka disebut diabetes kering,” jelasnya.

Indra menambahkan, adanya gejala klasik diabetes yang dikenal dengan 3P, yaitu Polifagia (sering lapar), Poliuria (sering buang air kecil), dan Polidipsia (sering haus). “Jika gejala 3P ini diabaikan, biasanya akan muncul keluhan lain seperti gatal, luka yang sulit sembuh, hipertensi pada pria, dan keputihan pada wanita,” ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa faktor keturunan menjadi penyebab besar seseorang menderita penyakit diabetes mellitus. “Sekitar 60 persen pasien yang saya temui memiliki riwayat keluarga penderita diabetes mellitus. Bila orang tua mengidap penyakit diabetes mellitus, kemungkinan besar anaknya juga akan mengalami hal yang sama pada usia 20—30 tahun,” ujarnya.

Kasus diabetes mellitus paling banyak ditemukan pada kelompok usia di atas 35 tahun, terutama pada tipe 2. Namun, peningkatan kasus juga mulai terlihat di kalangan muda sekitar usia 20 tahun akibat pola hidup yang tidak sehat. Indra menegaskan bahwa faktor gaya hidup dan pola makan menjadi penyebab utama meningkatnya angka penderita diabetes mellitus di Indonesia. “Makanan tinggi gula dan karbohidrat sangat mudah ditemui di pasaran, sementara kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih rendah,” katanya.

Jika tidak ditangani dengan baik, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi berbahaya, baik pada pembuluh darah kecil (mikroangiopati) maupun pada pembuluh darah besar (makroangiopati). Komplikasi tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal, kebutaan, serangan jantung, strok, bahkan kerusakan saraf pada tangan dan kaki. “Banyak pasien yang datang dengan luka yang tidak lekas sembuh. Jika kadar gulanya tinggi, luka bisa bernanah dan berisiko amputasi,” tutur Indra.

Indra juga mengungkapkan bahwa angka kasus diabetes di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. “Literasi kesehatan masyarakat masih rendah, pola makan tidak terkontrol, dan banyak makanan tinggi gula beredar bebas. Jika tidak ada edukasi sejak dini, jumlah kasus bisa meningkat hingga sepuluh kali lipat dalam beberapa tahun mendatang,” tuturnya.

Fakta mengejutkan lainnya, kata Indra, adalah setengah dari penderita diabetes tidak menyadari bahwa mereka mengidapnya. Selain itu, banyak masyarakat yang masih percaya bahwa diabetes dapat disembuhkan dengan obat tradisional. Padahal, hingga kini diabetes merupakan penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan sepenuhnya.

“Diabetes memang tidak bisa sembuh, tetapi bisa tetap dikontrol agar tidak menimbulkan komplikasi,” jelasnya. Ia menegaskan pentingnya lima pilar pengelolaan diabetes, yaitu edukasi, diet, perubahan gaya hidup, pengobatan, dan pengontrolan kadar gula darah.

Alat pengecekan gula darah (Sumber: Pinterest)

Ia menekankan pentingnya edukasi sebagai langkah awal bagi pasien untuk memahami penyakitnya. “Orang yang baru didiagnosis diabetes mellitus harus banyak belajar agar tahu cara mengendalikan gula darahnya. Kalau hanya bergantung pada obat tanpa mengubah gaya hidup, hasilnya tidak maksimal,” paparnya.

Sebagai penutup, Indra berpesan agar masyarakat mulai menerapkan pola hidup sehat sejak dini. “Kurangi konsumsi gula dan karbohidrat berlebih, rutin olahraga seperti berjalan kaki atau bersepeda. Anak-anak juga perlu dibiasakan mengurangi jajanan manis seperti es teh dan boba,” imbaunya. Ia menambahkan, kesadaran dan disiplin menjadi kunci utama dalam mencegah dan mengendalikan penyakit diabetes mellitus yang kini semakin banyak menjangkiti masyarakat Indonesia.

Editor: Rika Amelia

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *