Menjaga Jantung, Menjaga Kehidupan: Pandangan Dokter tentang Tren Kardiovaskular

dr. Baskoro Adi Prabowo, Sp.JP. (Dokumentasi Pribadi)

Purwokerto – Penyakit jantung masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Data Kementerian Kesehatan mencatat, penyakit ini menempati posisi teratas sebagai penyebab kematian tertinggi di tanah air. Meski begitu, menurut dr. Baskoro Adi Prabowo, Sp.JP., spesialis jantung dan pembuluh darah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, data tersebut perlu ditelaah lebih kritis. Ia menilai, metode pengumpulan serta diagnosis akhir kematian yang kerap dikategorikan sebagai cardiac arrest.

Motivasi Baskoro menekuni spesialisasi jantung berawal dari kebutuhan tenaga ahli di rumah sakit dan ketertarikan pribadi terhadap bidang kardiovaskular. Meski tergolong muda dalam kariernya, ia menyadari bahwa menangani penyakit jantung bukan hal yang mudah. Jantung merupakan organ vital yang sangat kompleks, dan ketika mengalami kerusakan, proses pemulihannya tidak semudah memperbaiki organ lain.

Menurut Baskoro, tantangan terbesar dalam menangani penyakit jantung terletak pada sulitnya memastikan penyebab utama serta kondisi pasien yang kerap datang sudah dalam tahap parah. “Kita memperbaiki tubuh yang memang bukan buatan kita, sehingga ada batasan dalam kemampuan pengobatan,” ujarnya.

Baskoro menyoroti tren serangan jantung yang kini tidak hanya mengincar kelompok lanjut usia. Kasus serupa justru semakin banyak ditemukan pada usia produktif, yakni di bawah 40 tahun. Ia menyebut, faktor risiko yang tidak terkontrol menjadi pemicu utama meningkatnya kasus tersebut.

Faktor gaya hidup modern menjadi salah satu pemicu meningkatnya kasus penyakit jantung. Kebiasaan duduk terlalu lama, stres tinggi, serta konsumsi makanan tinggi kalori dan lemak jenuh terbukti berkontribusi besar terhadap risiko gangguan kardiovaskular. “Semakin mudah hidup kita dengan makanan cepat saji dan pola hidup serba praktis, justru semakin tinggi pula risiko kesehatannya,” jelas Baskoro.

Banyak masyarakat masih keliru mengenali gejala penyakit jantung. Gejala seperti dada terasa berat, sesak napas, atau munculnya keringat dingin kerap dianggap sekadar masuk angin, sehingga pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi sudah parah. Sebaliknya, ada pula yang terlalu panik menanggapi keluhan ringan tanpa dasar medis yang jelas. “Kewaspadaan yang tepat harus berada di antara dua ekstrem tersebut,” tegas Baskoro.

Baskoro merekomendasikan pemeriksaan skrining jantung sebagai langkah deteksi dini, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko meski belum menunjukkan gejala. Menurutnya, skrining dapat meningkatkan kewaspadaan dan memungkinkan tindakan medis lebih cepat sebelum kondisi berkembang menjadi komplikasi serius.

Menyoroti pola makan masyarakat Indonesia yang beragam, Baskoro mengingatkan risiko konsumsi makanan murah yang umumnya tinggi kalori dan lemak jenuh. Di sisi lain, akses terhadap makanan sehat masih menjadi tantangan di banyak wilayah, terutama bagi masyarakat dengan keterbatasan ekonomi.

Baskoro juga meluruskan mitos masyarakat mengenai istilah jantung bengkak. Ia menjelaskan, secara medis kondisi tersebut berarti ukuran jantung yang membesar dari batas normal berdasarkan hasil pengukuran tertentu. Namun, diagnosis yang hanya mengandalkan foto rontgen bisa keliru, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lain untuk mengkonfirmasi temuan tersebut.

Kemajuan teknologi medis kini membawa harapan baru dalam peningkatan diagnosis dan perawatan penyakit jantung. Mulai dari pemeriksaan sederhana dengan stetoskop hingga penggunaan CT scan, MRI dan alat pemantau denyut jantung yang dipasang di bawah kulit, seluruhnya membantu mendeteksi gangguan yang sulit teridentifikasi dengan metode konvensional. Sementara itu, alat pacu jantung menjadi solusi penyelamat bagi pasien dengan risiko henti jantung, karena mampu menjaga irama detak agar tetap stabil.

Meski pengobatan masih menjadi fokus utama, Baskoro menegaskan pentingnya memperkuat langkah pencegahan. Upaya pencegahan primer perlu dilakukan sebelum penyakit muncul, sementara pencegahan sekunder ditujukan agar pasien tidak mengalami serangan berulang. Pemerintah, telah menginisiasi sejumlah program seperti skrining gula darah dan kolesterol serta penerapan kawasan bebas rokok, tetapi pelaksanaannya di lapangan masih perlu ditingkatkan.

Baskoro berpesan kepada generasi muda agar lebih peduli terhadap kesehatan jantung sejak dini. “Sayangi jantungmu dengan mengenali dan mengendalikan faktor risiko. Jangan terlalu takut, tetapi juga jangan cuek. Jaga pola makan dengan moderasi, hindari rokok, dan lakukan olahraga sesuai kemampuan,” ujarnya.

Baskoro berharap, ke depan layanan kesehatan jantung dapat semakin merata dan mudah diakses oleh semua kalangan. Dengan dukungan kemajuan teknologi medis, ia optimistis penanganan penyakit jantung di Indonesia akan menjadi lebih efektif, cepat, dan menyeluruh.

Menjaga jantung sejatinya bukan sekadar merawat organ, melainkan menjaga kehidupan agar terus berdetak bagi masa depan bangsa.

Editor: Syaif Ilhamka Al Hars

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *