
Bubur Ayam (Foto: Dokumentasi pribadi)
Purwokerto – Bubur ayam khas Cirebon kini dapat dinikmati masyarakat Purwokerto berkat sentuhan tangan Ibu Ria Musrifah. Selama dua tahun terakhir, ia konsisten berjualan bubur ayam dengan cita rasa berbeda, yang langsung mendapat tempat di hati para pelanggan, terutama mahasiswa.
Berawal dari pengalaman merantau di Tangerang, Ibu Ria mendapat inspirasi untuk berjualan bubur ayam khas Cirebon. Saat itu, teman-temannya mengajarinya cara membuat bubur ayam, sekaligus menyarankan agar ketika pulang kampung, ia dapat membuka usaha sendiri. Saran itu pun benar-benar ia wujudkan setelah kembali ke Purwokerto. “Saya dulu diajari teman-teman saat merantau di Tangerang. Mereka bilang, kalau pulang kampung nanti bisa buat usaha bubur sendiri. Akhirnya benar-benar saya jalani sampai sekarang,” ungkapnya.
Ciri khas bubur ayam buatannya adalah tidak menggunakan kuah. Namun, karena masyarakat Purwokerto lebih terbiasa menyantap bubur dengan kuah, ia melakukan penyesuaian. “Kalau resep asli saya sebenarnya buburnya tanpa kuah, tapi karena di sini orang-orang suka bubur berkuah, saya akhirnya menambahkan kuah juga. Jadi bisa menyesuaikan selera pembeli,” jelasnya.
Setiap hari, Ibu Ria berjualan di pertigaan Arcawinangun, Purwokerto, mulai pukul 06.00 hingga 11.00 WIB. Menurutnya, ramainya pembeli tidak dapat diprediksi. “Kadang ramai pagi, kadang justru menjelang siang. Tergantung hari dan situasi,” katanya. Meski begitu, dagangan Ibu Ria tidak selalu ramai. Ada kalanya sepi pembeli, tetapi tetap ada pelanggan setia yang datang untuk menikmati bubur ayam khas Cirebon buatannya.
Dalam berjualan sehari-hari, beliau sering dibantu oleh putrinya yang masih duduk di kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kebersamaan ini tidak hanya memperlancar usaha, tetapi juga menjadi bentuk pembelajaran kemandirian bagi sang anak.
Mayoritas pembeli bubur Ibu Ria adalah mahasiswa. Harga yang ramah kantong menjadi salah satu alasan dagangannya digemari. Satu porsi bubur ayam dijual hanya Rp10.000. Dengan harga terjangkau tersebut, pembeli dapat menikmati bubur yang mengenyangkan dan bercita rasa khas. “Banyak mahasiswa yang jadi langganan. Mereka bilang enak dan pas di kantong,” tutur Ibu Ria.
Konsistensi dalam menjaga cita rasa menjadi kunci keberhasilan Ibu Ria. Meski sederhana, bubur ayam buatannya selalu memiliki rasa yang sama, sehingga membuat pelanggan kembali lagi. “Yang penting jaga rasa, jangan berubah-ubah. Kalau rasanya tetap, orang akan balik lagi,” tambahnya.
Meski baru dua tahun berjualan, Ibu Ria berhasil memadukan pengalaman merantau dengan peluang usaha di kampung halaman. Dari resep yang dipelajari di Tangerang, kini bubur ayam khas Cirebon buatannya menjadi bagian dari pilihan sarapan masyarakat Purwokerto, khususnya di kawasan Arcawinangun. Kehadirannya tidak hanya menambah ragam kuliner lokal, tetapi juga menjadi bukti bahwa semangat usaha dapat lahir dari pengalaman sederhana di perantauan.
Dengan keuletan dan ketekunan, Ibu Ria berharap usahanya dapat terus berkembang. “Semoga ke depan dapat buka warung lebih besar, biar lebih banyak orang yang dapat menikmati bubur ayam khas Cirebon,” harapnya.
Kisah Ibu Ria Musrifah menjadi inspirasi bahwa usaha kecil pun dapat berkembang dan diterima luas jika dijalankan dengan sungguh-sungguh. Dari sebuah resep sederhana, ia mampu menghadirkan kuliner khas yang kini digemari banyak orang di Purwokerto.
Editor: Faisa Nakhwah
